Senin, 25 Mei 2009

Kontraversi Haram Facebook

PBNU Minta Umat Islam Sikapi Teknologi dengan Bijak


Jakarta, NU Online
Wakil Rais Aam PBNU KH Tolhah Hasan berharap agar umat Islam mampu memaknai dan mensikapi kemajuan teknologi secara bijak, tidak dengan mengeluarkan fatwa halal atau haram yang melihat persoalan ini secara hitam putih.

Hal ini disampaikan menanggapi keluarnya fatwa haram penggunaan situs jejaring sosial seperti facebook dan frienster karena dianggap bisa menimbulkan kemudharatan bagi umat Islam oleh Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur di pesantren Lirboyo Kediri pekan lalu.

“Masalah teknologi bagian dari ilmu, produk dari ilmu, jadi bukan ilmunya sendiri yang halal dan haram, tetapi penggunaanya yang bisa menjurus pada sesuatu yang halal dan haram. Dalam bahasa usul fikih, haram karena ada hal lain, bukan haram karena dzatnya,” katanya ketika dihubungi NU Online, Senin (25/5)

Mantan Menteri Agama ini menduga (FMPP) se-Jawa Timur ini belum memiliki informasi yang jelas dan pemahaman yang pas dalam mengeluarkan fatwa ini sehingga timbul fatwa yang menimbulkan kontraversi.

“Kejadian seperti ini sudah berulang kali terjadi, satu masalah belum diketahui secara sempurna sudah diputuskan. Kalau ada kesempatan, Pak Nuh (Menkominfo.red) bisa mengadakan dialog dengan pengasuh pondok pesantren,” jelasnya.

Dikatakannya, kualitas informasi yang diperoleh menjadi penentu seseorang dalam mengambil sikap, ketika informasinya tidak lengkap, keputusan yang diambil juga bisa salah. Tolhah mengutip sebuah pepatah Arab yang mengatakan “manusia memusuhi sesuatu yang tidak diketahuinya”.

“Makanya, ketika Nabi Muhammadi dimusuhi oleh kaum Quraish, beliau berdoa, ‘Ya Allah berilah petunjuk pada kaumku karena mereka belum mengerti,” katanya.

Pengharaman kepada teknologi baru sudah seringkali terjadi dikalangan umat Islam yang kurang memahami esensi dari produk ini. Ketua Badan Wakaf Indonesia ini mencontohkan sikap pengharaman rezim pemerintah Saudi beraliran Wahabi yang mengharamkan TV, telepon dan lainnya pada saat awal kekuasaan mereka. Namun, sekarang hal tersebut tidak dipermasalahkan, malah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

“Umat harus mengetahui hakikat teknologi informasi, bisa dimanfaatkan memperoleh informasi dan pengetahuan secara lebih mudah. Persoalannya adalah kalau disalahgunakan,” tandasnya.

Sikap konservatif dalam melihat perubahan zaman masih terlihat di Afganistan oleh kelompok Taliban yang masih mengharamkan perempuan bersekolah, yang juga pernah terjadi di Indonesia di masa lalu, dengan alasan nanti kalau sekolah, anak-anak berpacaran. “Ini semua akibat ketidaktahuan, sekarang disini semuanya menganjurkan anak perempuan untuk sekolah,” terangnya.

Mengenai banyaknya kelompok masyarakat di lingkungan NU yang menyelenggarakan kegiatan bahtsul masail, Tolhah menilai hal ini secara positif untuk mengasah kemampuan menyelesaikan persoalan, tetapi sifatnya tidak boleh mengikat.

“Silahkan melakukan forum bahtsul masail secara bertingkat untuk pengasahan pemahaman, tetapi tak semuanya nanti harus dibahas di muktamar, ada yang untuk kebutuhan komunitas khusus, lokal dan nasional. Muktamar NU membahas masalah yang memiliki dampak nasional dan urgen,” jelasnya. (mkf)


courtessy : www.nu.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar