Rabu, 29 April 2009

Keutamaan Shalawat Nariyah

Membaca shalawat nariyah adalah salah satu amalan yang disenangi orang-orang NU, di samping amalan-amalan lain semacam itu. Ada shalawat "thibbil qulub", ada shalawat "tunjina", dan masih banyak lagi. Belum lagi bacaan "hizib" dan "rawatib" yang tak terhitung banyaknya. Semua itu mendorong semangat keagamaan dan cinta kepada Rasulullah SAW sekaligus beribadah.

Salah satu hadits yang sangat populer yang membuat rajin kita membaca shalawat ialah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Siapa membaca shalawat untukku, Allah akan membalasnya 10 kebaikan, diampuni 10 dosanya, dan ditambah 10 derajat baginya. Makanya, bagi orang-orang NU, setiap kegiatan keagamaan bisa disisipi bacaan shalawat dengan segala ragamnya.

Salah satu shalawat yang sangat populer ialah "shalawat badar". Hampir setiap warga NU, dari anak kecil sampai kakek dan nenek, dapat dipastikan bisa melantunkan shalawat Badar. Bahkan saking populernya, orang bukan NU pun ikut hafal karena pagi, siang, malam, acara di mana dan kapan saja shalawat badar selalu dilantunkan bersama-sama.

Nah shalawat yang satu ini, "shalawat Nariyah", tidak kalah populernya di kalangan warga NU. Khususnya bila menghadapi problem hidup yang sulit dipecahkan maka tidak ada jalan lain selain mengembalikan persoalan pelik itu kepada Allah. Dan shalawat Nariyah adalah salah satu jalan mengadu kepada-Nya.

Berikut ini adalah bacaan shalawat nariyah:

أللّهُمَّ صَلِّي صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ الّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ

Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat dirinya yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh Engkau.

Dalam kitab Khozinatul Asror (hlm. 179) dijelaskan, “Salah satu shalawat yang mustajab ialah Shalawat Tafrijiyah Qurthubiyah, yang disebut orang Maroko dengan Shalawat Nariyah karena jika mereka (umat Islam) mengharapkan apa yang dicita-citakan, atau ingin menolak yang tidak disukai mereka berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat nariyah ini sebanyak 4444 kali, tercapailah apa yang dikehendaki dengan cepat (bi idznillah).”

“Shalawat ini juga oleh para ahli yang tahu rahasia alam diyakini sebagai kunci gudang yang mumpuni:. .. Dan imam Dainuri memberikan komentarnya: Siapa membaca shalawat ini sehabis shalat (Fardhu) 11 kali digunakan sebagai wiridan maka rizekinya tidak akan putus, di samping mendapatkan pangkat kedudukan dan tingkatan orang kaya.”

Hadits riwayat Ibnu Mundah dari Jabir mengatakan: Rasulullah SAW bersabda: Siapa membaca shalawat kepadaku sehari 100 kali (dalam riwayat lain): Siapa membaca shalawal kepadaku 100 kali maka Allah akan mengijabahi 100 kali hajatnya; 70 hajatnya di akhirat, dan 30 di dunia... Dan hadits Rasulullah yang mengatakan; Perbanyaklah shahawat kepadaku karena dapat memecahkan masalah dan menghilangkan kesedihan. Demikian seperti tertuang dalam kitab an-Nuzhah yang dikutib juga dalam Khozinatul Asror.

Diriwayatkan juga Rasulullah di alam barzakh mendengar bacaan shalawat dan salam dan dia akan menjawabnya sesuai jawaban yang terkait dari salam dan shalawat tadi. Seperti tersebut dalam hadits, beliau bersabda: Hidupku, juga matiku, lebih baik dari kalian. Kalian membicarakan dan juga dibicarakan, amalamal kalian disampaikan kepadaku, jika saya tahu amal itu baik, aku memujii Allah, tetapi kalau buruk aku mintakan ampun kepada Allah. Hadits riwayat al-Hafizh Ismail alQadhi, dalam bab Shalawat ‘ala an-Nary. Imam Haitami menyebutkan dalam kitab Majma' az-Zawaid, ia menganggap shahih hadits di atas.

Hal ini jelas bahwa Rasulullah memintakan ampun umatnya di alam barzakh. Istighfar adalah doa, dan doa untuk umatnya pasti bermanfaat. Ada lagi hadits lain: Rasulullah bersabda: Tidak seorang pun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan kepada ruhku sehingga aku bisa mennjawab salam itu. (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah. Ada di kitab Imam an-Nawawi, dan sanadnya shahih).

KH Munawir Abdul Fattah
Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta

CANDIDATE OF THE NEXT NATIONAL IPNU LEADER 2009

Menjelang Kongres XVI

Jelang Kongres XVI IPNU DAN XV IPPNU 2009 yang bakal digelar di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda Sirampog Brebes Jateng, 20-24 Juni 2009 bermunculan banyak kandidat. Diantaranya Rizky Riyadutaufiq (Indramayu, Jabar), Rizal Syarifudin (Makasar, Sulsel), Ashadi (Yogyakarta), Syauqi dam Imam Syafii (Jawa Timur) dan Caswiyono Rusdi (Batang, Jateng).

Banyaknya kandidat yang bermunculan menambah semaraknya kongres. Pasalnya, bisa menjadikan dinamika kongres dan bisa mewarnai kehidupan berorganisasi. “Makin banyak kandidat, makin dinamis kehidupan berorgansasi,” ungkap Wakil Sekretaris PP IPNU Rizky Riyadutaufiq saat bincang-bincang disela-sela Makesta PC IPNU-IPPNU di Mts Nurul Huda Jubang Bulakamba Brebes Ahad (22/3).

Termasuk Rizky, dia tertarik maju sebagai kandidat Ketua IPNU karena memandang IPNU ke depan harus dipegang oleh orang-orang yang memiliki integritas dan nilai juang yang tinggi terhadap eksistensi organisasi.
Lebih kongkritnya, lanjut Rizky, jangan sampai IPNU diarahkan top leader nya ke ranah politik praktis. Akan lebih pas kalau IPNU hanya menggarap proyek peradaban. “IPNU cukup menggarap proyek peradaban saja, tak perlu muluk-muluk ke ranah politik segala,” ungkapnya.

Rizky berobsesi, bila dipegang oleh dirinya akan menjadikan IPNU sebagai benteng globalisasi dan benteng Islam Transnasional. “Betapa peradaban kita sudah luluh lantak akibat globalisasi yang disikapi dengan salah kaprah,” kata Rizky.

Aqidah Islam Ahlussunah Wal Jamaah ala NU, sambungnya, memang sekarang telah dikepung. Sehingga boleh di kata sangat berat IPNU meneruskan perjuangan. “Tapi, dengan berbagai ikhtiar dan menguatkan kaderisasi IPNU hingga ke akar rumput, akan NU akan tetap kokoh,” ucapnya penuh yakin.

Majunya Rizky sebagai kandidat, karena mengklaim dirinya telah didukung seluruh Cabang Di Jawa Barat termasuk sebagian Jawa Tengah. “Dari 347 Cabang dan 32 Wilayah, Saya telah didukung lebih dari 200 cabang,” klaimnya.

Rizky membantah kalau kehadirannya di arena Makesta di Brebes ini dalam upaya mencari dukungan. “Ngga ada cari mencari dukungan, kami ke sini ya.... cuma menjalin Silaturohmi,” bantah Rizky yang didampingi mantan Ketua IPNU Kab. Tegal Nurkholis.

courtessy : (nubatik.net)

IPNU Sulsel Siap melaksanakan Pra Kongres XVI






Makassar - Menyambut kongres IPNU XVI di Brebes Jawa Tengah, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) dan Pimpinan Wilayah (PW) IPNU Sulawesi selatan akan mengadakan pra kongres sebagai rangkaian kegiatan menjelang Kongres XVI IPNU. Pra kongres sendri akan dilaksanakan di tiga kota, yaitu Palembang, Surabaya dan Makassar. Untuk Makassar akan dilaksanakan pada tanggal 15-17 Mei 2009 bertempat di gedung LPTIQ propinsi Sulawesi Selatan.

Agenda yang akan di bahas pada pra kongres Makassar adalah pembahasan program kerja tiga tahunan IPNU, workshop Peraturan Dasar/Peraturan Rrumah Tangga (PD/PRT) dan Rapat Koordinasi Nasional Corps Barisan Pelajar (CBP) IPNU.

Berkaitan dengan agenda PP IPNU tersebut wakil gubernur Sulawesi selatan Ir H Agus Arifin Nu’mang akan mensupport semaksimal mungkin demi suksesnya acara tersebut. Hal ini dikatakan oleh wagub sul-sel seusai menerima rombongan PP IPNU, PW IPNU dan MA IPNU di kantor gubernuran propinsi Sulawesi Selatan.

“Pemerintah Sulawesi Selatan sangat konsen terhadap perkembangan pendidikan terutama pengembangan pendidikan pesantren dan madrasah, Insyaallah pemprop akan membantu semaksimal mungkin demi suksesnya acara tersebut” jelas Mustasyar PWNU Sulsel dan Pembina PW IPNU tersebut.

Pra kongres di Makassar selain mengagendakan pembahasan beberapa materi yang kemudian akan di bawa ke arena kongres XVI IPNU juga akan dirangkaikan dengan deklarasi Majelis Alumni IPNU Sulawesi Selatan.

“lhamdulillah saat ini PW IPNU tlah siap melaksanakan pra kongres sesuai harapan PP IPNU” hal ini di katakan oleh Khaerul Anam, Ketua PW IPNU Sulsel seusai diterima langsung oleh wagub sulsel di kantor pemerintah propinsi Sulawesi Selatan.

Selain beberapa agenda yang diatas, disela-sela acara juga akan diadakan diskusi yang di bagi menjadi dua tema penting yaitu enterprenership dan dialog kepemimpinan dengan menghadirkan pembicara diantaranya H. Hilmy Muhammadiyah (ketua presidium pusat MA IPNU), Erwin Aksa (Ketua DPP HIPMI), Paryadi, S Hut (Wakil Walikota Pontianak), dan beberapa pembicara lainnya.

“Kenapa tema enterprenership dan kepemimpinan yang diangkat karena saat ini IPNU selain dari tujuan pengkaderannya untuk mencetak pemimpin-pemimpin NU masa depan juga harus berani berkompotisi di dunia professional” Kata Rizal syarifuddin, Wasekjend PP IPNU. Lanjut Rizal,

“Forum pra kongres harus di manfaatkan oleh seluruh jajaran Pimpinan Wilayah se Indonesia untuk lebih menegaskan eksistensi IPNU di dunia kepelajaran dan santri. Pola-pola gerakan harus lebih agresif, guna membendung gerakan-gerakan fundamentalis di negara kita, yang saat ini bukan hanya merambah di dunia politik, tetapi dunia profesi. IPNU sebagi organisasi kader harus membuka dan memberikan pendampingan yang lebih kepada kader-kader IPNU yang ingin terjun kedunia professional,” lanjut kader IPNU kota Makassar ini.

Forum pra kongres XVI Sulawesi Selatan akan di hadiri oleh pimpinan Wilayah IPNU dari 33 Propinsi se-indonesia yang akan di buka oleh Gubernur Propinsi Sulawesi selatan H. Syahrul Yasin Limpo, SH. MH yang juga akan memberikan keynote speaker. (rsy)


courtessy : www.ipnu.or.id

ROAD TO NATIONAL CONGRESS OF IPNU-IPPNU 2009



Jelang Kongres IPNU-IPPNU, Panitia Bekerja Ekstra Keras
Rabu, 29 April 2009 08:38
Brebes, NU Online


Menjelang pelaksanaan Kongres XVI IPNU DAN XV IPPNU 2009 yang bakal digelar di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda Sirampog Brebes Jateng, 20-24 Juni 2009 mendatang, panitia harus bekerja ekstra keras demi suksesnya kongres tersebut.

“Karena kesibukan masing-masing personil IPNU-IPPNU pada Pileg yang lalu, kami baru sempat sowan ke Bapak,” tutur Sekretaris PW IPNU Jateng Khoirul Muslim selaku Panitia Pelaksana Kongres saat audiensi dengan Ketua PCNU Brebes Drs H Athoillah di Mts Assalafiyah Sitanggal Larangan Brebes, Selasa sore (28/4).

Menurut Khoirul, kedatangan Panitia bermaksud menjalin silaturahmi dan koordinasi dengan Ketua PCNU selaku tuan rumah. Selain itu juga meminta petunjuk guna memecahkan berbagai persoalan yang mengemuka berkaitan dengan ubo rampe kongres. Persoalan yang disampaikan kepada Ketua PCNU Brebes antara lain tentang penyambutan Wakil Presiden Yusuf Kalla, pendanaan, transportasi, bazar dan pentas budaya.

“Karena ini mandat organisasi dari pimpinan pusat, kami mohon PC NU Brebes bisa membantu mencari jalan keluar,” ucap Khoirul yang didampingi Panitia Lokal Iman Fadilah, Ketua PW IPPNU Jateng Umi Nuamah, Pengurus PW Jateng Nihlah Faridah, Sholikhah, Ketua PC IPNU Brebes Ahmad Munsip, Ketua PC IPPNU Brebes Nur Imah dan jajaran Pengurus PW lainnya.

Selaku tuan rumah, Ketua PCNU Athoillah mengaku gembira Brebes dijadikan tuan rumah Kongres. Meskipun dalam kebiasaan NU perhelatan seakbar apapun tidak menjadi masalah. Karena telah terbiasa dengan hidup gotong royong.

“Tidak dipungkiri, potensi permodalah NU secara organisasi belum ada. Padahal dalam AD/ART ditekankan adanya iuran anggota. Tapi, masih minim dana yang terhimpun,” ungkap Athoillah.

Meskipun demikian, lanjut Kang Atho, demikian sapa akrabnya, kita bisa mengandalkan upaya jualan 'Mie Ayam'. “Midar-mider Ayo Amal (mondar mandir mari beramal, red),” selorohnya disambut tertawa Peserta audiens.

“Orang NU itu, dalam beramal punya prinsip ibarat mencukur jenggot. Kalau dicukur pasti akan tumbuh lagi dan tumbuh lagi,” katanya.

Menurutnya, IPNU-IPPNU sebagai 'anaknya' NU masih pantas mengadukan segala persoalan. Dengan statusnya yang masih pelajar, tidak tabu untuk meminta bantuan pada orang tuanya. Sehingga secara prinsip PCNU Brebes selaku tuan tumah siap mendukung demi kesuksesan kongres.

Segala persoalan yang mengemuka tadi, masih kata Kang Atho, bisa terselesaikan dengan jalan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait. “Karena kongres ini akan dihadiri para pelajar NU se Indonesia, kami yakin banyak pihak yang tertarik untuk diajak kerja sama,” tuturnya lagi.

Athoillah menambahkan, Pemerintah Kabupaten Brebes pasti akan turut menopangnya. “Kehadiran Wakil Presiden, tentu akan diback up oleh seluruh jajaran Pemkab dan aparat keamanan di Brebes bahkan Gubernur,”tambahnya.

Dia juga yakin, Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda Brebes di bawah asuhan KH Masruri Mughni yang juga Rois Suriah PWNU Jateng mendukung penuh. “Al Hikmah 2 sudah terbiasa menyelenggarakan perhelatan Tingkat Nasional, jadi tak perlu khawatir,” ujarnya lagi.

Kang Atho mengingatkan, karena Kongres ini menjelang Pilpres maka agar tidak dicampuri dengan persoalan-persoalan politik. Idealnya memang digelar pasca Pilpres saja. “Tapi kalau memang ini sudah menjadi agenda organisasi tidak jadi soal, asal nuansa politik harus dijauhkan dari Kongres ini,” tegasnya. (was)

courtessy : www.nu.or.id

Kamis, 23 April 2009

Awas...!! Waspada...Wahabi Perluas ‘Cabang’ di Indonesia

Jakarta, NU Online


Kelompok Islam penganut ajaran Muhammad bin Abdul Wahab (Wahabi) melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) akan memperluas cabangnnya di Indonesia dan difasilitasi langsung oleh Menteri Agama M. Maftuh Bastyuni bersama perwakilan Kerajaan Arab Saudi.

Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Sa`ud sebagai representasi dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia dalam waktu dekat akan membuka cabang baru LIPIA di tiga daerah di Indonesia.

Rektor Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Sa`ud Prof Dr Sulaiman bin Abdullah bin Hamud Abalkhail, di Jakarta Rabu (29/1) mengungkapkan rencana perluasan cabang itu, namun belum memastikan ketiga daerah itu karena harus dibicarakan dengan Menteri Agama.

Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni sendiri usai menyaksikan wisuda mahasiswa LIPIA angkatan 27,28 dan 29 di Balai Sudirman Jakarta Kamis (29/1) siang menyatakan tiga daerah itu kemungkinan berada di pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera.

"Memang betul LIPIA akan ada di tiga daerah, yakni Semarang Jawa Tengah, lalu di Indonesia bagian Timur persisnya di Makassar Sulawesi Selatan dan mungkin satu lagi di Padang, Sumatera Barat. Tapi ini masih menunggu waktu sampai kesiapan telah memadai," jelas Menag.

Menurut Maftuh, dalam waktu dekat, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan akan segera mewujudkan LIPIA bagi masyarakat Sulawesi Selatan. "Insya Allah dalam waktu dekat, Sulawesi Selatan akan dapat merealisasikan rencana berdirinya LIPIA, karena mereka sudah siap,"tandas Menag.

Ia menyambut gembira kehadiran LIPIA di Indonesia apalagi adanya rencana penambahan cabang baru di tiga daerah di Indonesia. "Saya gembira dengan kehadiran LIPIA. Karena memang lemmbaga ini sangat dibutuhkan umat Islam Indonesia dewasa ini," tandas Menag.

Prof Sulaiman menjelaskan, selama ini LIPIA yang ada di Jakarta telah membina lembaga Al khadimul Haramain di Aceh. Kebrhasilan LIPIA selama ini dalam meningkatkan pengetahuan Islam dan bahasa Arab, menurut dia, tidak lepas dari dukungan Departemen Agama dan Kantor Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta.

Direktur LIPIA Dr Abdullah Hadhidh Al-Sulamy mengungkapkan, sekitar 1400 mahasiswa dan mahasiswi belajar di berbagai jurusan yang ada di LIPIA yaitu Jurusan Syariah, Jurusa Persiapan Bahasa Program Intensif, Jurusan Pendidikan Takmili (Pra Universitas).

Sementara itu lebih kurang 8604 alumni LIPIA telah tersebar di berbagai kegiatan dan profesi di Indonesia. “Tersebar menjadi pemimpin, guru, hakim, gubernur, wakil gubernur serta anggota MPR dan DPR," jelasnya optimis. (dpg/nam)

courtessy : www.nu.or.id

NU Didirikan untuk Melawan Wahabisme

Jakarta, NU Online


Ketua PBNU Masdar F Mas’udi menyatakan salah satu pemicu didirikannya NU adalah untuk menghadapi Wahabisme yang kalau itu mulai menguasai Arab Saudi. Sebuah utusan yang dinamakan komite hijaz dikirim ke Makkah untuk meminta diizinkannya kebebasan beribadah.

Dalam sejarahnya, pasca dinasti Saud yang merupakan pengikut setia Wahabi berkuasa, mereka menghancurkan berbagai peninggalan zaman Nabi melarang kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan madzab empat.

”Sayangnya, saat ini banyak orang yang tidak tahu sejarah tersebut dan mempertanyakan mengapa gerakan radikal tersebut harus dihadapi,” katanya.

Tugas lain yang diemban oleh NU yang juga menjadi cikal bakal pendirian NU meliputi gerakan Nahdlatul Wathan atau gerakan pendidikan kesadaran Islam dan kebangsaan, gerakan taswirul afkar atau pemikiran keagamaan yang terus mengikuti tantangan zaman.

”Sebuah organisasi keagamaan harus memiliki pemikiran keagamaan yang terus berkembang. Kita boleh berfikir semaju mungkin, lalu batasannya dimana, asal tidak menghalalkan yang diharamkan dan mengharamkan yang dihalalkan, ya boleh-boleh saja,” tandasnya.

Bagaimana agenda-agenda besar ini bisa dilaksanakan. Yang paling penting dilakukan oleh NU saat ini adalah menata organisasi karena dengan tugas berat seperti itu, tidak mungkin NU sebagai kendaraan mampu menahan beban berat jika tidak beres. Sayangnya, NU mengalami proses penindasan selama 30 tahun lebih Orde Baru yang menyebabkan jadi terlambat menata diri.

Untuk mendukung kinerja organisasi ini, Masdar mengusulkan tiga komponen yang mengisi NU, yaitu tanfidziyah yang terdiri dari para profesional yang siap bekerja dan melayani ummat, para ulama dan kiai yang menjadi tumpuan moralitas bangsa dan para tokoh spiritual yang menangis untuk umat dan bangsa.

Menurutnya, cukup banyak profesional non struktural NU yang bersedia membantu melakukan kerja-kerja keummatan. ”Mereka sepakat dengan moderasi agama yang dijalankan oleh NU,” terangnya. (mkf)

courtessy : www.nu.or.id

Ratusan Habaib dan Ulama Kumpul di Batu Malang Bahas Penguatan Aswaja

Selasa, 21 April 2009 07:33 

Batu, NU Online


Sedikitnya 350 ulama dan habaib dari Jawa Timur, Bali dan LOmbok menghadiri Multaqo Ulama (pertemuan ulama) di Batu Malang Jawa Timur selama dua hari Ahad dan Senin, 19-20 April. Agenda yang dibahas adalah memperkuat ajaran ahlusunnah wal jamaah (aswaja) yang kini banyak mendapatkan tantangan.

Pertemuan yang bertajuk Muwasholah Antar Ulama Muslim itu atas prakarsa Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidh dari Tarim Yaman. Dalam sambutan pembukaan Habib Umar menjelaskan pentingnya pertemuan semacam ini, mengingat sekarang ini banyak golongan atau aliran yang ingin menggerogoti ajaran ahlussunnah wal jamaah. “Mari bersungguh-sungguh berjuang, kesungguhan itu laksana pedang,” katanya mengingatkan. 

Dalam pertemuan itu diusulkan kepada Habib Umar selaku penanggung jawab Multaqo Ulama, agar ada pengiriman ustadz ke pesantren-pesantren, penerbitan bulletin Jum’at atau majalah yang berisikan tentang amalan aswaja yang disertai dasar-dasarnya, baik dari Al-Qur;an maupun Hadits, pendirian pemancar radio yang acaranya nonstop materi aswaja. Juga diusulkan pembentukan advokasi hukum.

 “Maksudnya kalau ada yang menjelekkan atau membid’ahkan amalan aswaja, dilaporkan ke polisi agar ditangkap,” kata Kiai Abu Nabil perwakilan dari daerah Mataraman.

Selain keputusan tersebut pertemuan yang diadakan di hotel Orchid Batu ini juga diputuskan bahwa pertemuan semacam ini akan diteruskan dengan pertemuan-pertemuan berikut. (mma)

courtessy : www.nu.or.id

PCINU Libya Bantu Diplomasi Bangsa

Selasa, 21 April 2009 08:39

 

Tripoli, NU Online
Duta Besar RI untuk Libya Sanusi menyatakan warga negara RI yang tinggal di luar negeri harus berperan aktif dalam membawa membawa nama baik bangsa melalui diplomasi antar masyarakat atau second track diplomation.

‘’Kita sebagai warga negara Indonesia juga bisa melakukan diplomasi yaitu diplomasi ke dua atau second track dan kami berharap dengan Nahdlatul Ulama di Libya bisa membantu diplomasi Indonesia,” katanya saat menghadiri peringatan Harlah NU ke-83 yang diadakan oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Libya (18/04) di Tripoli seperti dilaporkan oleh kontributor NU Online untuk Libya Tian Kamaluddin.

Keinginan Dubes ini senada dengan harapan Nahdliyyin di Libya yang menginginkan memberikan sumbangsih kepada bangsa meskipun berada di negeri seberang.

“Saya sendiri dan kami warga nahdliyin khusunya sangat senang dengan i’tikad baik ini dan semoga kesepakatan antar masyarakat Indonesia pada umumnya dan juga kesepakatan antara PCINU, KBRI dan PCI Muhammadiyah bisa terealisasikan dalam kehidupan nyata kita sehari hari’’ begitu seperti yang dipaparkan Nasrullah pada pers setelah acara ini berakhir.

Pengurus Muhammadiyah cabang Libya, Adi Hidayat turut menghadiri acara Harlah NU juga menjelaskan kesepakatannya terhadap keinginan mulia PCINU Libya yang ingin membangun bangsa dengan kebersamaan dalam persatuan sesuai tema yang diangkat dalam acara PCINU Libya yaitu "Bersama Membangun Bangsa".

Peringatan Harlah NU yang cukup meriah ditutup dengan pagelaran seni dan kreasi dari tim kreasi warga nahdliyin Libya yang terdiri dari pekerja dan mahasiswa pada masyarakat umum. (mad)


courtessy : www.nu.or.id

FASAL TENTANG WASILAH DAN TAWASSUL ( part II )

 
Tawassul dengan para Sahabat dan Shalihin 

Dalam kitab Riyadlus-Shalihin bab Wadaais-shahib hadits no.3, Rasulullah SAW bertawassul supaya Umar jangan lupa untuk menyertakan Rasulullah dalam segala do’anya di Mekkah ketika umrah.

عَنْ عُمَرَبْنِ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ اِسْتَأْذَنْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلعُمْرَةِ فَأذِنَ لىِ وَقَالَ: لاَتَنْسَنَا يَااُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ فَقَالَ كَلِمَةً مَايَسُرُّنِى اَنَّ لىِ بِهَاالدُّنْيَا. وَفِى رِوَايَةِ قَالَ اَشْرِكْنَا يَااُخَىَّ فِى دُعَائِكَ. رواه ابوداود والترمذى


“Dari shahabat Umar Ibnul Khattab r.a. berkata: saya minta idzin kepada Nabi SAW untuk melakukan ibadah umrah, kemudian Nabi mengidzinkan saya dan Rasulullah SAW bersabda; wahai saudaraku! Jangan kau lupakan kami dalam do’amu; Umar berkata: suatu kalimat yang bagi saya lelah senang dari pada pendapat kekayaan dunia. Dalam riwayat lain; Rasulullah SAW bersabda: sertakanlah kami dalam do’amu”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dan masih banyak lagi dalil-dalil tawassul, namun kiranya cukup apa yang telah disebutkan di atas.

Dalam hadits di atas Rasulullah meminta kepada sayyidina Umar untuk menyertakan Rasulullah dalam do’anya sayyidina Umar selama di Makkah, padahal kalau Rasulullah berdo’a sendiri tentu lebih diterima, tetapi beliau masih meminta do’a kepada sayyidinda Umar.

Sandaran lain untuk tawassul jenis ini seperti dalam kitab Sahhihul Bukhari jilid I, bahwa Sayyidina Umar Ibnul Khattab bertawassul dengan Rasulullah dan Sahabat Abbas ketika musim paceklik, sebagaimana disebutkan berikut ini:

عَنْ أَنَسٍ اَنَّ عُمَرَابْنَ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ كاَنَ اِذَا قَحَطُوْا اِسْتَسْقىَ بِالعَبَّاسِْبنِ عَبْدِاْلمُطَلِّبِ فَقَالَ: الَّلهُمَّ اِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَاِنَّا نَتَوَسَّلُ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا, قَالَ: فَيُسْقَوْنَ. رواه البخارى

“Dari sahabat Anas; bahwasannya Umar Ibnul Khattab r.a. apabila dalam keadaan paceklik (kekeringan) ia memohon hujan dengan wasilah Sahabat Abbas Ibn Abdil Muthalib, maka berdo’a sayyidina Umar : Yaa Allah sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau dengan wasilah paman Nabi kami (Sahabat Abbas) maka berilah kami hujan, berkata Sayyidina Umar kemudian diturunkan hujan”. (HR Bukhari)

Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah seperti para nabi, rasul dan shalihin, bukan berarti meminta kepada mereka, tetapi memohon agar mereka ikut memohon kepada Allah agar permohonan do’a diterima Allah SWT. Sebab, seluruhnya juga adalah haq Allah, seperti disebutkan berikut ini:

لاَمَانِعَ لمِاَ أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لمِاَ مَنَعْتَ

“Tiada ada yang mencegah kalau Allah mau memberi, dan tidak ada yang bisa memberi kalau Allah mencegahnya.”

قُلْ هُوَاللهُ اَحَدٌ, اَللهُ الصَّمَدُ

“Katakanlah Dia Allah yang Maha Esa dan Allah tempat meminta.”

Dalam kitab Al-Kabir wal Awsath Al-Imam Thabrani meriwayatkan sejarah Fathimah binti Asad Ibu Sayyidina Ali bin Abi Thalib ketika wafat, Rasulullah SAW yang menggali kuburan dan membuang tanahnya dengan tangan beliau. Maka tatkala selesai, Rasulullah masuk ke kubur tadi dan berbaring sambil berdo’a :

اَللهُ الَّذِى يحُىِْ وَيمُيِتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَيَمُوْتُ اغْفِرْ لأُِ مّىِ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْ خَلَهَا ِبحَقّ ِنَبِيّكَ وَاْلأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِى فَاءِنَّكَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ وَكَبَّرَأَرْبَعًا وَاَدْخَلُوْ هَا هُوَ وَاْلعَبَّاسُ وَاَبُوْ بَكْرٍ الّصِدّيِقِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ

“Allah yang menghidupkan dan yang mematikan dan Dia yang hidup tidak mati; Ampunilah! Untuk Ibu saya Fathimah binti Asad dan ajarkanlah kepadanya hujjah (jawaban ketika ditanya malaikat) kepadanya dan luaskan kuburnya dengan wasilah kebenaran Nabimu dan kebenaran para Anbiya’ sebelum saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Rasulullah takbir empat kali dan mereka memasukkan ke dalam kubur ia (Rasulullah), Sahabat Abbas Abu Bakar As-Shaddiq r.a.” (HR Thabrani).

Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dan Hakim dari shahabat Anas. Lalu, diriwayatkan pula Ibnu Abi Syaibah dari shahabat Jabir, dan diriwayatkan pula Ibnu Abdul Barr dari shahbat Ibnu Abbas.

Dengan demikian, bertawassul dengan berdo’a dan mempergunakan wasilah, baik dengan iman, amal shaleh dan dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT jelas tidak disalahkan oleh agama bahkan dibenarkan. Lalu, bertawassul bukan berarti meminta kepada yang dijadikan wasilah, tetapi memohon agar yang dijadikan wasilah memberikan keberkahan untuk diterima do’a para pemohonnya. Selanjutnya, bertawassul dengan wasilah yang disenangi Allah, atau berdo’a dengan menyebut sesuatu yang disenangi Allah, tentu Allah akan menyenangi kita, dan meridloinya. Maka apa yang disenangi Allah, seyogyanya disebut dalam do’a

KH A Nuril Huda

Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

courtessy : www.nu.or.id

FASAL TENTANG WASILAH DAN TAWASSUL

Mengapa Bertawassul? 


Wasilah (=perantara) artinya sesuatu yang menjadikan kita dekat kepada Allah SWT. Adapun tawassul sendiri berarti mendekatkan diri kepada Allah atau berdo’a kepada Allah dengan mempergunakan wasilah, atau mendekatkan diri dengan bantuan perantara. Pernyataan demikan dapat dilihat dalam surat Al-Maidah ayat 35, Allah berfirman :

يَااَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوااللهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ اْلوَسِيْلَةَ

“Wahai orang-orang yang beriman takutlah kamu kepada Allah, dan carilah jalan (wasilah/perantara)."

Ada beberapa macam wasilah. Orang-orang yang dekat dengan Allah bisa menjadi wasilah agar manusia juga semakin dekat kepada Allah SWT. Ibadah dan amal kebajikan juga dapat dijadikan wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amar ma’ruf dan nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) juga termasuk wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Mengenai tawassul dengan sesama manusia, tidak ada larangan dalam ayat Al-Qur’an dan Hadits mengenai tawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah para Nabi, para Rasul, sahabat-sahabat Rasulullah SAW, para tabi’in, para shuhada dan para ulama shalihin.

Karena itu, berdo’a dengan memakai wasilah orang-orang yang dekat dengan Allah di atas tidak disalahkan, artinya telah disepakati kebolehannya. Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, senyatanya tetap memohon kepada Allah SWT karena Allah-lah tempat meminta dan harus diyakini bahwa sesungguhnya:

لاَمَانَعَ لمِاَ اَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِى لمِاَ مَنَعْتَ

Tidak ada yang bisa mencegah terhadap apa yang Engkau (Allah) berikan, dan tidak ada yang bisa memberi sesuatu apabila Engkau (Allah) mencegahnya.

Secara psikologis tawassul sangat membantu manusia dalam berdoa. Katakanlah bertawassul sama dengan meminta orang-orang yang dekat kepada Allah SWT itu agar mereka ikut memohon kepada Allah SWT atas apa yang kita minta.

Tidak ada unsur-unsur syirik dalam bertawassul, karena pada saat bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT seperti para Nabi, para Rasul dan para shalihin, pada hakekatnya kita tidak bertawassul dengan dzat mereka, tetapi bertawassul dengan amal perbuatan mereka yang shaleh.

Karenanya, tidak mungkin kita bertawassul dengan orang-orang yang ahli ma’siat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak bertawassul dengan pohon, batu, gunung dan lain-lain.

KH A Nuril Huda

Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

courtessy : www.nu.or.id 

4 Madzhab dalam Ilmu Fiqih

Ahlussunnah wal Jama’ah berhaluan salah satu Madzhab yang empat. Seluruh ummat Islam di dunia dan para ulamanya telah mengakui bahwa Imam yang empat ialah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal telah memenuhi persyaratan sebagai Mujtahid. Hal itu dikarenakan ilmu, amal dan akhlaq yang dimiliki oleh mereka. Maka ahli fiqih memfatwakan bagi umat Islam wajib mengikuti salah satu madzhab yang empat tersebut. 

Madzhab Hanafi

Dinamakan Hanafi, karena pendirinya Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit. Beliau lahir pada tahun 80 H di Kufah dan wafat pada tahun 150 H. Madzhab ini dikenal madzhab Ahli Qiyas (akal) karena hadits yang sampai ke Irak sedikit, sehingga beliau banyak mempergunakan Qiyas.

Beliau termasuk ulama yang cerdas, pengasih dan ahli tahajud dan fasih membaca Al-Qur’an. Beliau ditawari untuk menjadi hakim pada zaman bani Umayyah yang terakhir, tetapi beliau menolak.

Madzhab ini berkembang karena menjadi madzhab pemerintah pada saat Khalifah Harun Al-Rasyid. Kemudian pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur beliau diminta kembali untuk menjadi Hakim tetapi beliau menolak, dan memilih hidup berdagang, madzhab ini lahir di Kufah.

Madzhab Maliki

Pendirinya adalah Al-Imam Maliki bin Anas Al-Ashbahy. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H dan wafat pada tahun 179 H. Beliau sebagai ahli hadits di Madinah dimana Rasulullah SAW hidup di kota tersebut.

Madzhab ini dikenal dengan madzhab Ahli Hadits, bahkan beliau mengutamakan perbuatan ahli Madinah daripada Khabaril Wahid (Hadits yang diriwayatkan oleh perorangan). Karena bagi beliau mustahil ahli Madinah akan berbuat sesuatu yang bertentangan dengan perbuatan Rasul, beliau lebih banyak menitikberatkan kepada hadits, karena menurut beliau perbuatan ahli Madinah termasuk hadits mutawatir.

Madzhab ini lahir di Madinah kemudian berkembang ke negara lain khususnya Maroko. Beliau sangat hormat kepada Rasulullah dan cinta, sehingga beliau tidak pernah naik unta di kota Madinah karena hormat kepada makam Rasul.

Madzhab Syafi’i

Tokoh utamanya adalah Al-Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i Al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di Ghuzzah pada tahun 150 H dan wafat di Mesir pada tahun 204 H.

Beliau belajar kepada Imam Malik yang dikenal dengan madzhabul hadits, kemudian beliau pergi ke Irak dan belajar dari ulama Irak yang dikenal sebagai madzhabul qiyas. Beliau berikhtiar menyatukan madzhab terpadu yaitu madzhab hadits dan madzhab qiyas. Itulah keistimewaan madzhab Syafi’i.

Di antara kelebihan asy-Syafi’i adalah beliau hafal Al-Qur’an umur 7 tahun, pandai diskusi dan selalu menonjol. Madzhab ini lahir di Mesir kemudian berkembang ke negeri-negeri lain.

Madzhab Hanbali

Dinamakan Hanbali, karena pendirinya Al-Imam Ahmad bin Hanbal As-Syaebani, lahir di Baghdad Th 164 H dan wafat Th 248 H. Beliau adalah murid Imam Syafi’i yang paling istimewa dan tidak pernah pisah sampai Imam Syafi’i pergi ke Mesir.

Menurut beliau hadits dla’if dapat dipergunakan untuk perbuatan-perbuatan yang afdal (fadlailul a'mal) bukan untuk menentukan hukum. Beliau tidak mengaku adanya Ijma’ setelah sahabat karena ulama sangat banyak dan tersebar luas.

KH A Nuril Huda

Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

courtessy : www.nu.or.id

Sejarah Ahlussunnah wal Jama’ah

Sebenarnya sistem pemahaman Islam menurut Ahlussunnah wal Jama’ah hanya merupakan kelangsungan desain yang dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur-rasyidin. Namun sistem ini kemudian menonjol setelah lahirnya madzhab Mu’tazilah pada abad ke II H.

Seorang Ulama’ besar bernama Al-Imam Al-Bashry dari golongan At-Tabi’in di Bashrah mempunyai sebuah majlis ta’lim, tempat mengembangkan dan memancarkan ilmu Islam. Beliau wafat tahun 110 H. Diantara murid beliau, bernama Washil bin Atha’. Ia adalah salah seorang murid yang pandai dan fasih dalam bahasa Arab.

Pada suatu ketika timbul masalah antara guru dan murid, tentang seorang mu’min yang melakukan dosa besar. Pertanyaan yang diajukannya, apakah dia masih tetap mu’min atau tidak? Jawaban Al-Imam Hasan Al-Bashry, “Dia tetap mu’min selama ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi dia fasik dengan perbuatan maksiatnya.” Keterangan ini berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits karena Al-Imam Hasan Al-Bashry mempergunakan dalil akal tetapi lebih mengutamakan dalil Qur’an dan Hadits.

Dalil yang dimaksud, sebagai berikut; pertama, dalam surat An-Nisa’: 48;

اِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُاَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُمَادُوْنَ ذلِكَ ِلمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِافْتَرَى اِثْمًاعَظِيْمًا (النساء : 48.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa seseorang yang berbuat syirik, tetapi Allah mengampuni dosa selian itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang mempersekutukan Tuhan ia telah membuat dosa yang sangat besar.”

Kedua, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

عَنْ اَبِى ذَرٍ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتِانِى اتٍ مِنْ رَبىِ فَأَخْبَرَنِى اَنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ اُمَّتِى لاَيُشْرِكُ بِاللهِ دَخَلَ اْلجَنَّةَ. قُلْتُ: وَاِنْ زَنىَ وَاِنْ شَرَقَ. قَالَ وَاِنْ زَنىَ وَاِنْ سَرَقَ رواه البخارى ومسلم.

“Dari shahabat Abu Dzarrin berkata; Rasulullah SAW bersabda: Datang kepadaku pesuruh Allah menyampaikan kepadamu. Barang siapa yang mati dari umatku sedang ia tidak mempersekutukan Allah maka ia akan masuk surga, lalu saya (Abu Dzarrin) berkata; walaupun ia pernah berzina dan mencuri ? berkata (Rasul) : meskipun ia telah berzina dan mencuri.” (Diriwayatkan Bukhari dan Muslim).

فَيَقُوْلُ وَعِزَّتِى وَجَللاَ لِى وَكِبْرِيَانِى وَعَظَمَتِى لأَُخْرِجَنَّ مِنْهَا مَنْ قَالَ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ. رواه البخارى.

“Allah berfirman: Demi kegagahanku dan kebesaranku dan demi ketinggian serta keagunganku, benar akan aku keluarkan dari neraka orang yang mengucapkan; Tiada Tuhan selain Allah.”

Tetapi, jawaban gurunya tersebut, ditanggapi berbeda oleh muridnya, Washil bin Atha’. Menurut Washil, orang mu’min yang melakukan dosa besar itu sudah bukan mu’min lagi. Sebab menurut pandangannya, “bagaimana mungkin, seorang mu’min melakukan dosa besar? Jika melakukan dosa besar, berarti iman yang ada padanya itu iman dusta.”

Kemudian, dalam perkembangan berikutnya, sang murid tersebut dikucilkan oleh gurunya. Hingga ke pojok masjid dan dipisah dari jama’ahnya. Karena peristiwa demikian itu Washil disebut mu’tazilah, yakni orang yang diasingkan. Adapun beberapa teman yang bergabung bersama Washil bin Atha’, antara lain bernama Amr bin Ubaid.

Selanjutnya, mereka memproklamirkan kelompoknya dengan sebutan Mu’tazilah. Kelompok ini, ternyata dalam cara berfikirnya, juga dipengaruhi oleh ilmu dan falsafat Yunani. Sehingga, terkadang mereka terlalu berani menafsirkan Al-Qur’an sejalan dengan akalnya. Kelompok semacam ini, dalam sejarahnya terpecah menjadi golongan-golongan yang tidak terhitung karena tiap-tiap mereka mempunyai pandangan sendiri-sendiri. Bahkan, diantara mereka ada yang terlalu ekstrim, berani menolak Al-Qur’an dan Assunnah, bila bertentangan dengan pertimabangan akalnya. 

Semenjak itulah maka para ulama’ yang mengutamakan dalil al-Qur’an dan Hadits namun tetap menghargai akal pikiran mulai memasyarakatkan cara dan sistem mereka di dalam memahami agama. Kelompok ini kemudian disebut kelompok Ahlussunnah wal Jama’ah. Sebenarnya pola pemikiran model terakhir ini hanya merupakan kelangsungan dari sistem pemahaman agama yang telah berlaku semenjak Rasulullah SAW dan para shahabatnya.

KH Nuril Huda

Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

courtessy : www.nu.or.id

Hukum Merayakan Maulid Nabi SAW

Memang Rasulullah SAW tidak pernah melakukan seremoni peringatan hari lahirnya. Kita belum pernah menjumpai suatu hadits/nash yang menerangkan bahwa pada setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal (sebagian ahli sejarah mengatakan 9 Rabiul Awwal), Rasulullah SAW mengadakan upacara peringatan hari kelahirannya. Bahkan ketika beliau sudah wafat, kita belum pernah mendapati para shahabat r.a. melakukannya. Tidak juga para tabi`in dan tabi`it tabi`in. 

Menurut Imam As-Suyuthi, tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah saw ini dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (l. 549 H. - w.630 H.). Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan maulid ini. Intinya menghimpun semangat juang dengan membacakan syi’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Rasulullah SAW.

Di antara karya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi SAW dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini hingga hari ini masih sering kita dengar dibacakan dalam seremoni peringatan maulid Nabi SAW.

Maka sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran Nabi SAW di banyak negeri Islam. Inti acaranya sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir peristiwa kelahiran Rasulullah SAW untuk menghidupkan semangat juang dan persatuan umat Islam dalam menghadapi gempuran musuh. Lalu bentuk acaranya semakin berkembang dan bervariasi.

Di Indonesia, terutama di pesantren, para kyai dulunya hanya membacakan syi’ir dan sajak-sajak itu, tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum tradisi maulid Nabi SAW yang sudah melekat di masyarakat ini sebagai media dakwah dan pengajaran Islam. Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi murid pesantren. Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni dan haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, pentas seni dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat.

Kembali kepada hukum merayakan maulid Nabi SAW, apakah termasuk bid`ah atau bukan?

Memang secara umum para ulama salaf menganggap perbuatan ini termasuk bid`ah. Karena tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah saw dan tidak pernah dicontohkan oleh para shahabat seperti perayaan tetapi termasuk bid’ah hasanah (sesuatu yang baik), Seperti Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya. 

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم

“Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (H.R. Muslim) 

Kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ 

“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’ ” (QS.Yunus:58).

Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan bahwa pada setiap hari senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa saat Rasulullah saw lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-Aslamiyah.

Jika Abu Lahab yang non-muslim dan Al-Qur’an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah SAW?

Jika sebagian umat Islam ada yang berpendapat bahwa merayakan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah yang sesat karena alasan tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw sebagaimana dikatakan oleh beliau:
 
إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه أبو داود والترمذي

Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah menyesatkan. (HR Abu Daud dan Tarmizi)

Maka selain dalil dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi tersebut, juga secara semantik (lafzhi) kata ‘kullu’ dalam hadits tersebut tidak menunjukkan makna keseluruhan bid’ah (kulliyah) tetapi ‘kullu’ di sini bermakna sebagian dari keseluruhan bid’ah (kulli) saja. Jadi, tidak seluruh bid’ah adalah sesat karena ada juga bid’ah hasanah, sebagaimana komentar Imam Syafi’i:

المُحْدَثَاتُ ضَرْباَنِ مَاأُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتاَباً أَوْسُنَّةً أَوْأَثَرًا أَوْإِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلِ وَمَاأُحْدِثَ مِنَ الخَيْرِ لاَيُخَالِفُ شَيْئاً مِنْ ذَالِكَ فَهِيَ مُحْدَثَةٌ غَيْرَ مَذْمُوْمَةٍ

Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, prilakuk sahabat, atau kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang sesat; adapun sesuatu yang diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (al Qur’an, Hadits, prilaku sahabat atau Ijma’) maka sesuatu itu tidak tercela (baik). (Fathul Bari, juz XVII: 10)

Juga realitas di dunia Islam dapat menjadi pertimbangan untuk jawaban kepada mereka yang melarang maulid Nabi SAW. Ternyata fenomena tradisi maulid Nabi SAW itu tidak hanya ada di Indonesia, tapi merata di hampir semua belahan dunia Islam. Kalangan awam diantara mereka barangkali tidak tahu asal-usul kegiatan ini. Tetapi mereka yang sedikit mengerti hukum agama berargumen bahwa perkara ini tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait dengan ibadah mahdhah atau ritual peribadatan dalam syariat.

Buktinya, bentuk isi acaranya bisa bervariasi tanpa ada aturan yang baku. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan semangat dan gairah ke-islaman. Mereka yang melarang peringatan maulid Nabi SAW sulit membedakan antara ibadah dengan syi’ar Islam. Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah SWT, tetapi syi’ar adalah sesuatu yang ijtihadi, kreasi umat Islam dan situasional serta mubah.

Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Imam as-Suyuthi mengatakan dalam menananggapi hukum perayaan maulid Nabi SAW:

وَالجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَأَةُ مَاتَيَسَّّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ أَمْرِالنَّبِيّ صَلَّّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّّمَ مَاوَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيْ صََلََّى اللهُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ 

Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah(sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad saw yang mulia. (Al- Hawi Lil-Fatawa, juz I, h. 251-252)

Pendapat Ibnu Hajar al-Haithami: “Bid’ah yang baik itu sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari maulid Rasulullah SAW.” 

Pendapat Abu Shamah (guru Imam Nawawi): ”Termasuk hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah saw. dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan bahagia, sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda kecintaan kepada Rasulullah SAW dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah SAW kepada seluruh alam semesta”.

Untuk menjaga agar perayaan maulid Nabi SAW tidak melenceng dari aturan agama yang benar, sebaiknya perlu diikuti etika-etika berikut:

1. Mengisi dengan bacaan-bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW. 
2. Berdzikir dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. 
3. Membaca sejarah Rasulullah SAW dan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan beliau.
4. Memberi sedekah kepada yang membutuhkan atau fakir miskin.
5. Meningkatkan silaturrahim.
6. Menunjukkan rasa gembira dan bahagia dengan merasakan senantiasa kehadiran Rasulullah SAW di tengah-tengah kita.
7. Mengadakan pengajian atau majlis ta’lim yang berisi anjuran untuk kebaikan dan mensuritauladani Rasulullah SAW.

HM Cholil Nafis MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il (LBM) PBNU

courtessy : www.nu.or.id

Definisi dan Keutamaan Membaca Shalawat

Kita senantiasa memanjatkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Rasulullah:

وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad Rasulullah

Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيما

Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawat salamlah kepadanya. (QS Al-Ahzab 33: 56)

Shalawat dari Allah berarti rahmat. Bila shalawat itu dari Malaikat atau manusia maka yang dimaksud adalah doa.

Sementara salam adalah keselamatan dari marabahaya dan kekurangan. 

Tidak ada keraguan bahwa membaca shalawat dan salam adalah bagian dari pernghormatan (tahiyyah), maka ketika kita diperintah oleh Allah untuk membaca shalawat -yang artinya mendoakan Nabi Muhammad- maka wajib atas Nabi Muhammad melakukan hal yang sama yaitu mendoakan kepada orang yang membaca shalawat kepadanya. Karena hal ini merupakan ketetapan dari ayat:

فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Maka lakukanlah penghormatan dengan penghormatan yang lebih baik atau kembalikanlah penghormatan itu. (QS. An Nisa’: 86)

Doa dari Nabi inilah yang dinamakan dengan syafaat. Semua ulama telah sepakat bahwa doa nabi itu tidak akan ditolak oleh Allah. Maka tentunya Allah akan menerima Syafaat beliau kepada setiap orang yang membaca shalawat kepadanya.

Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi. Diantaranya:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ

Barangsiapa berdoa (menulis) shalawat kepadaku dalam sebuah buku maka para malaikat selalu memohonkan ampun kepada Allah pada orang itu selama namaku masih tertulis dalam buku itu.

مَنْ سَرَّهُ أنْ يُلْقِى اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ رَاضٍ فَلْيُكْثِرْ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ

Barangsiapa yang ingin merasa bahagia ketika berjumpa dengan Allah dan Allah ridlo kepadanya, maka hendaknya ia banyak membaca shalawat kepadaku (Nabi).

مَا أكْثَرَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِيْ حَيَاتِهِ أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَ مَخْلُوْقَاتِهِ أنْ يَسْتَغْقِرُوا لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ

Barangsipa membaca shalawat kepadaku di waktu hidupnya maka Allah memerintahkan semua makhluk-Nya memohonkan maaf kepadanya setelah wafatnya.

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ ثُمَّ تَقًرَّقُوْا مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ اللهِ وَصَلَاةٍ عَلَى النَّبِيِّ إلَّا قَامُوْا عَنْ أنْتَنَ مِنْ حِيْفَةٍ

Mereka yang berkumpul (di suatu majlis) lalu berpisah dengan tanpa dzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada nabi, maka mereka seperti membawa sesuatu yang lebih buruk dari bangkai.

Para ulama sepakat (ittifaq) diperbolehkannya menambahkan lafadz 'sayyidina' yang artinya tuan kita, sebelum lafadz Muhammad. Namun mengenai yang lebih afdhol antara menambahkan lafadz sayyidina dan tidak menambahkannya para ulama berbeda pendapat.

Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeik Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa menambahkan lafadz sayyidina itu hukumnya lebih utama, dan beliau menyebutkan bagian ini melakukan adab atau etika kepada Nabi. Beliau berpijak bahwa melakukan adab itu hukumnya lebih utama dari pada melakukan perintah (muruatul adab afdholu minal imtitsal) dan ada dua hadits yang menguatkan ini.

Yaitu hadits yang menceritakan sahabat Abu Bakar ketika diperintah oleh Rasulullah mengganti tempatnya menjadi imam shalat subuh, dan ia tidak mematuhinya. Abu bakar berkata:

مَا كَانَ لِابْنِ أَبِيْ قُحَافَةَ أَنْ يَتَقَدَّمَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللهِ

Tidak sepantasnya bagi Abu Quhafah (nama lain dari Abu Bakar) untuk maju di depan Rasulullah.

Yang kedua, yaitu hadits yang menceritakan bahwa sahabat Ali tidak mau menghapus nama Rasulullah dari lembara Perjanjian Hudaibiyah. Setelah hal itu diperintahkan Nabi, Ali berkata

لَا أمْحُو إسْمَكَ أَبَدُا

Saya tidak akan menghapus namamu selamanya.

Kedua hadits ini disebutkan dalam kitab Shahih Bukhori dan Muslim.Taqrir (penetapan) yang dilakukan oleh Nabi pada ketidakpatuhan sahabat Abu Bakar dan ali yang dilakukan karena melakukan adab dan tatakrama ini menunjukkan atas keunggulan hal itu.


KH Abd. Nashir Fattah
Rais Syuriah PCNU Jombang

Dihimpun oleh Sholehuddin SH dari pengajian Kitab Qurratul Ain Bimuhimmatid Din di masjid baiturrahman Jlopo Tebel Bareng yang diikuti oleh Pengurus MWCNU dan Ansor Kecamatan Bareng.

courtessy : www.nu.or.id

Makna Istighotsah

14/04/2009 


Kata “istighotsah” استغاثة berasal dari “al-ghouts”الغوث yang berarti pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) "istaf’ala" استفعل atau "istif'al" menunjukkan arti pemintaan atau pemohonan. Maka istighotsah berarti meminta pertolongan. Seperti kata ghufron غفران yang berarti ampunan ketika diikutkan pola istif'al menjadi istighfar استغفار yang berarti memohon ampunan.

Jadi istighotsah berarti "thalabul ghouts" طلب الغوث atau meminta pertolongan. Para ulama membedakan antara istghotsah dengan "istianah" استعانة, meskipun secara kebahasaan makna keduanya kurang lebih sama. Karena isti'anah juga pola istif'al dari kata "al-aun" العون yang berarti "thalabul aun" طلب العون yang juga berarti meminta pertolongan.

Istighotsah adalah meminta pertolongan ketika keadaan sukar dan sulit. Sedangkan Isti'anah maknanya meminta pertolongan dengan arti yang lebih luas dan umum.

Baik Istighotsah maupun Isti'anah terdapat di dalam nushushusy syari'ah atau teks-teks Al-Qur'an atau hadits Nabi Muhammad SAW. Dalam surat Al-Anfal ayat 9 disebutkan:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ 

"(Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan permohonanmu." (QS Al-Anfal:9)

Ayat ini menjelaskan peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW memohon bantuan dari Allah SWT, saat itu beliau berada di tengah berkecamuknya perang badar dimana kekuatan musuh tiga kali lipat lebih besar dari pasukan Islam. Kemudian Allah mengabulkan permohonan Nabi dengan memberi bantuan pasukan tambahan berupa seribu pasukan malaikat.

Dalam surat Al-Ahqaf ayat 17 juga disebutkan;

وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ

"Kedua orang tua memohon pertolongan kepada Allah." (QS Al-Ahqaf:17)

Yang dalam hal ini adalah memohon pertolongan Allah atas kedurhakaan sang anak dan keengganannya meyakini hari kebangkitan, dan tidak ada cara lain yang dapat ditempuh oleh keduanya untuk menyadarkan sang anak kecuali memohon pertolongan dari Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dari kedua cuplikan ayat ini barangkali dapat disimpulkan bahwa istighotsah adalah memohon pertolongan dari Allah SWT untuk terwujudnya sebuah "keajaiban" atau sesuatu yang paling tidak dianggap tidak mudah untuk diwujudkan.

Istighotsah sebenamya sama dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan kata istighotsah konotasinya lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighotsah adalah bukan hal yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah sering dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama istighfar, sehingga Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan itu.

Istighotsah juga disebutkan dalam hadits Nabi,di antaranya :

إنَّ الشَّمْسَ ‏تَدْنُوْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَبْلُغَ الْعَرَقُ نِصْفَ الْأُذُنِ, فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوْا بِآدَمَ ثُمَّ ‏بِمُوْسَى ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ

Matahari akan mendekat ke kepala manusia di hari kiamat, sehingga keringat sebagian orang keluar hingga mencapai separuh telinganya, ketika mereka berada pada kondisi seperti itu mereka beristighotsah (meminta pertolongan) kepada Nabi Adam, kemudian kepada Nabi Musa kemudian kepada Nabi Muhammad. (H.R.al Bukhari).

Hadits ini juga merupakan dalil dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa seorang nabi atau wali adalah sebab. Terbukti ketika manusia di padang mahsyar terkena terik panasnya sinar Matahari mereka meminta tolong kepada para Nabi. Kenapa mereka tidak berdoa kepada Allah saja dan tidak perlu mendatangi para nabi tersebut? Seandainya perbuatan ini adalah syirik niscaya mereka tidak melakukan hal itu dan jelas tidak ada dalam ajaran Islam suatu perbuatan yang dianggap syirik.

Sedangkan isti'anah terdapat di dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ

“Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS Al-Baqarah: 45)


KH A. Nuril Huda

Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

courtessy : www.nu.or.id

Bahtsul Masail tentang Hukum Merokok


Sejak awal abad XI Hijriyah atau sekitar empat ratus tahun yang lalu, rokok dikenal dan membudaya di berbagai belahan dunia Islam. Sejak itulah sampai sekarang hukum rokok gencar dibahas oleh para ulama di berbagai negeri, baik secara kolektif maupun pribadi. Perbedaan pendapat di antara mereka mengenai hukum rokok tidak dapat dihindari dan berakhir kontroversi. Itulah keragaman pendapat yang merupakan fatwa-fatwa yang selama ini telah banyak terbukukan. Sebagian di antara mereka menfatwakan mubah alias boleh, sebagian berfatwa makruh, sedangkan sebagian lainnya lebih cenderung menfatwakan haram.

Kali ini dan di negeri ini yang masih dilanda krisis ekonomi, pembicaraan hukum rokok mencuat dan menghangat kembali. Pendapat yang bermunculan selama ini tidak jauh berbeda dengan apa yang telah terjadi, yakni tetap menjadi kontroversi.

Kontroversi Hukum Merokok

Seandainya muncul fatwa, bahwa korupsi itu hukumnya haram berat karena termasuk tindak sariqah (pencurian), maka semua orang akan sependapat termasuk koruptor itu sendiri. Akan tetapi persoalannya akan lain ketika merokok itu dihukumi haram. Akan muncul pro dari pihak tertentu dan muncul pula kontra serta penolakan dari pihak-pihak yang tidak sepaham. Dalam tinjauan fiqh terdapat beberapa kemungkinan pendapat dengan berbagai argumen yang bertolak belakang.

Pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi patokan hukum, yakni larangan melakukan segala sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudaratan atau kemafsadatan sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai berikut:

Al-Qur'an :

وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ. البقرة: 195

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195)

As-Sunnah :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ. رواه ابن ماجه, الرقم: 2331

Dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata ; Rasulullah SAW. bersabda: Tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri sendiri), dan tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri orang lain). (HR. Ibnu Majah, No.2331)

Bertolak dari dua nash di atas, ulama' sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudarat adalah haram. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah merokok itu membawa mudarat ataukah tidak, dan terdapat pula manfaat ataukah tidak. Dalam hal ini tercetus persepsi yang berbeda dalam meneliti dan mencermati substansi rokok dari aspek kemaslahatan dan kemafsadatan. Perbedaan persepsi ini merupakan babak baru munculnya beberapa pendapat mengenai hukum merokok dengan berbagai argumennya. 

Seandainya semua sepakat, bahwa merokok tidak membawa mudarat atau membawa mudarat tetapi relatif kecil, maka semua akan sepakat dengan hukum mubah atau makruh. Demikian pula seandainya semuanya sepakat, bahwa merokok membawa mudarat besar, maka akan sepakat pula dengan hukum haram.

Beberapa pendapat itu serta argumennya dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam hukum.

Pertama ; hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan.

Kedua ; hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram.

Ketiga; hukum merokok adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung dan lainnya setelah sekian lama membiasakannya.

Tiga pendapat di atas dapat berlaku secara general, dalam arti mubah, makruh dan haram itu bagi siapa pun orangnya. Namun bisa jadi tiga macam hukum tersebut berlaku secara personal, dengan pengertian setiap person akan terkena hukum yang berbeda sesuai dengan apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi personnya atau kwantitas yang dikonsumsinya. Tiga tingkatan hukum merokok tersebut, baik bersifat general maupun personal terangkum dalam paparan panjang 'Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn 'Umar Ba'alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin (hal.260) yang sepotong teksnya sebagai berikut:

لم يرد في التنباك حديث عنه ولا أثر عن أحد من السلف، ....... والذي يظهر أنه إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام، كما يحرم العسل على المحرور والطين لمن يضره، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناً، كما إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها، كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر، وحيث خلا عن تلك العوارض فهو مكروه، إذ الخلاف القوي في الحرمة يفيد الكراهة

Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya.

Senada dengan sepotong paparan di atas, apa yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) dengan sepenggal teks sebagai berikut:

إن التبغ ..... فحكم بعضهم بحله نظرا إلى أنه ليس مسكرا ولا من شأنه أن يسكر ونظرا إلى أنه ليس ضارا لكل من يتناوله, والأصل في مثله أن يكون حلالا ولكن تطرأ فيه الحرمة بالنسبة فقط لمن يضره ويتأثر به. .... وحكم بعض أخر بحرمته أوكراهته نظرا إلى ما عرف عنه من أنه يحدث ضعفا فى صحة شاربه يفقده شهوة الطعام ويعرض أجهزته الحيوية أو أكثرها للخلل والإضطراب.

Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. ...Pada dasarnya semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama' lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.

Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167) dengan sepotong teks, sebagai berikut:

القهوة والدخان: سئل صاحب العباب الشافعي عن القهوة، فأجاب: للوسائل حكم المقاصد فإن قصدت للإعانة على قربة كانت قربة أو مباح فمباحة أو مكروه فمكروهة أو حرام فمحرمة وأيده بعض الحنابلة على هذا التفضيل. وقال الشيخ مرعي بن يوسف الحنبلي صاحب غاية المنتهى: ويتجه حل شرب الدخان والقهوة والأولى لكل ذي مروءة تركهما

Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-'Ubab dari madzhab Asy-Syafi'i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama' dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar'i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.

Ulasan 'Illah (reason of law)

Sangat menarik bila tiga tingkatan hukum merokok sebagaimana di atas ditelusuri lebih cermat. Kiranya ada benang ruwet dan rumit yang dapat diurai dalam perbedaan pendapat yang terasa semakin sengit mengenai hukum merokok. Benang ruwet dan rumit itu adalah beberapa pandangan kontradiktif dalam menetapkan 'illah atau alasan hukum yang di antaranya akan diulas dalam beberapa bagian.

Pertama; sebagian besar ulama' terdahulu berpandangan, bahwa merokok itu mubah atau makruh. Mereka pada masa itu lebih bertendensi pada bukti, bahwa merokok tidak membawa mudarat, atau membawa mudarat tetapi relatif kecil. Barangkali dalam gambaran kita sekarang, bahwa kemudaratan merokok dapat pula dinyaakan tidak lebih besar dari kemudaratan durian yang jelas berkadar kolesterol tinggi. Betapa tidak, sepuluh tahun lebih seseorang merokok dalam setiap hari merokok belum tentu menderita penyakit akibat merokok. Sedangkan selama tiga bulan saja seseorang dalam setiap hari makan durian, kemungkinan besar dia akan terjangkit penyakit berat.

Kedua; berbeda dengan pandangan sebagian besar ulama' terdahulu, pandangan sebagian ulama sekarang yang cenderung mengharamkan merokok karena lebih bertendensi pada informasi (bukan bukti) mengenai hasil penelitian medis yang sangat detail dalam menemukan sekecil apa pun kemudaratan yang kemudian terkesan menjadi lebih besar. Apabila karakter penelitian medis semacam ini kurang dicermati, kemudaratan merokok akan cenderung dipahami jauh lebih besar dari apa yang sebenarnya. Selanjutnya, kemudaratan yang sebenarnya kecil dan terkesan jauh lebih besar itu (hanya dalam bayangan) dijadikan dasar untuk menetapkan hukum haram. Padahal, kemudaratan yang relatif kecil itu seharusnya dijadikan dasar untuk menetapkan hukum makruh.

Hal seperti ini kemungkinan dapat terjadi khususnya dalam membahas dan menetapkan hukum merokok. Tidakkah banyak pula makanan dan minuman yang dinyatakan halal, ternyata secara medis dipandang tidak steril untuk dikonsumsi. Mungkinkah setiap makanan dan minuman yang dinyatakan tidak steril itu kemudian dihukumi haram, ataukah harus dicermati seberapa besar kemudaratannya, kemudian ditentukan mubah, makruh ataukah haram hukumnya.

Ketiga; hukum merokok itu bisa jadi bersifat relatif dan seimbang dengan apa yang diakibatkannya mengingat hukum itu berporos pada 'illah yang mendasarinya. Dengan demikian, pada satu sisi dapat dipahami bahwa merokok itu haram bagi orang tertentu yang dimungkinkan dapat terkena mudaratnya. Akan tetapi merokok itu mubah atau makruh bagi orang tertentu yang tidak terkena mudaratnya atau terkena mudaratnya tetapi kadarnya kecil.

Keempat; kalaulah merokok itu membawa mudarat relatif kecil dengan hukum makruh, kemudian di balik kemudaratan itu terdapat kemaslahatan yang lebih besar, maka hukum makruh itu dapat berubah menjadi mubah. Adapun bentuk kemaslahatan itu seperti membangkitkan semangat berpikir dan bekerja sebagaimana biasa dirasakan oleh para perokok. Hal ini selama tidak berlebihan yang dapat membawa mudarat cukup besar. Apa pun yang dikonsumsi secara berlebihan dan jika membawa mudarat cukup besar, maka haram hukumnya. Berbeda dengan benda yang secara jelas memabukkan, hukumnya tetap haram meskipun terdapat manfaat apa pun bentuknya karena kemudaratannya tentu lebih besar dari manfaatnya.


KH Arwani Faishal
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU

courtessy : www.nu.or.id

Karakter Tawassuth, Tawazun, I'tidal, dan Tasamuh dalam Aswaja

 

Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:

Pertama, at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً

Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).

Kedua at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT:

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ

Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)

Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah: 8)

Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan sikap tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT:

فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, "Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz III hal 206).

Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut: (Lihat Khitthah Nahdliyah, hal 40-44)

1. Akidah.
a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir.

2. Syari'ah
a. Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i).
c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni).

3. Tashawwuf/ Akhlak
a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).

4. Pergaulan antar golongan
a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.
b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.

5. Kehidupan bernegara
a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik.

6. Kebudayaan
a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama.
b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).

7. Dakwah
a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.


KH Muhyidin Abdusshomad

Pengasuh Pesantren Nurul Islam, Ketua PCNU Jember.

courtessy : www.nu.or.id

PWNU Jatim Berencana Kembangkan TV Lokal dan Radio FM

Jakarta, NU Online


Setelah terpilih dalam konferensi yang dipercepat pada 12 Juli lalu, ketua tanfidziyah PWNU Jawa Timur terpilih, KH Mutawakkil Alallah berencana mengembangkan TV lokal dan Radio FM sebagai bagian dari pengembangan dakwah NU.

“Kita rencanakan membuat radio FM, Insyaallah saya beri nama radio FM Sembilan. Sudah ada harapan mendapatkan gelombang dan langsung komersial, bukan radio komunitas. Nanti lokasinya di kantor PWNU yang harapannya jadi media dakwah untuk PWNU. Kita juga berharap mudah-mudahan bisa membuat TV lokal, kita namai TV 9,” katanya dalam perbincangan dengan NU Online di gedung PBNU baru-baru ini.

Ia mengaku sudah melakukan konsolidasi dengan mengundang semua ketua lembaga, lanjah dan badan otonom untuk membuat jangka pendek, menengah dan panjang sesuai dengan pembidangannya.

Diantara program yang sudah berjalan adalah pembuatan situs PWNU Jatim yang dikelola oleh Lakpesdam NU Jatim dibawah pimpinan Prof Dr Kacung Marijan. “Agar lembaga ini tidak nyusu terus dengan PWNU, saya carikan kerjaan kafe internet, kerjasama dengan Sarbumusi, tempatnya di Jl Citarum No 1,” terangnya.

Dijelaskannya, Maarif NU juga sudah menyelenggarakan musyawarah kerja dan pada bulan Oktober akan melakukan pelatihan guru-guru Maarif.

“Saya minta mereka membuat konsep yang paten, yang merupakan gabungan dari al muhafadhoh ala kodimish sholih dan wal ahdu bil jadidil aslah. (mempertahankan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik),” tandasnya.

Pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong Probolinggo ini memberi contoh konsep yang sedang berkembang, yaitu student centered learning. “Kalau di pesantren kan ada teacher centered learning, lha mengapa ini tidak digabung? Misalnya nanti menjadi class moving, guru menjadi fasilitator, tetapi murid yang menentukan,” paparnya. (mkf)

courtessy : www.nu.or.id

Al Manar Siap Jadi Media Partner NU

Jakarta, NU Online


Keinginan pimpinan Representatif TV Al Manar Indonesia untuk bekerjasama dengan kalangan Nahdlatul Ulama (NU) baik dalam memasarkan gagasan global maupun pemberdayaan umat Islam Indonesia, tidak bertepuk sebelah tangan.

Kehadiran TV ini mendapatkan apresiasi dan respons positif dari kalangan ’Nahdliyin’, sebutan untuk warga NU.

Dalam sebuah pertemuan di Bilangan Jakarta pada pertengahan pekan lalu, yang dihadiri oleh pimpinan TV Al Manar, pakar dan praktisi IT serta komunikasi NU dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Pertanian Bogor (IPB), mengemuka harapan agar media ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana pemberdayaan Nahdliyin.

Pimpinan Al Manar Indonesia Habib Ali Asseqaf menegaskan, pihaknya bersedia menjadikan Al Manar sebagai sarana pemberdayan umat. Bahkan, pihaknya pun tidak keberatan untuk merekrut SDM berkualitas dari kalangan NU.

”Kami ingin NU, Muhammadiyah, Syi’ah dan yang memiliki pandangan sama dalam melihat pentingnya dakwah melalui jalur kultural, bersinergi dan memanfaatkan media ini untuk menyuarakan kepentingan perjuangan dunia Islam,” kata Ali.

Pengamat dan Praktisi IT dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Ifan Haryanto, menyampaikan, kehadiran Al Manar dapat menjadi media alternatif di tengah kejenuhan pemirsa TV Indonesia terhadap aneka tayangan yang disiarkan oleh TV-TV swasta.

”Kita membutuhkan kehadiran TV yang dapat menyiarkan tayangan-tayangan yang edukatif dan inspiratif. Kecenderungan tayangan TV di Indonesa sangat seragam. Al Manar dapat menjadi alternatif dan penyeimbang,” harapnya.

Hal senada disampaikan oleh pakar IT dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Kikin A. Hakim. Menurut dia, TV-TV di Indonesia dikendalikan oleh lembaga rating yang berbasis di Amerika, yakni Nilsen Media Riset. Wajar saja jika kecenderungannya sama. Umumnya menyiarkan tayangan yang bernuansa infotainment, sadis (kriminal), misteri hingga pornografi.

“Fenomena yang ditayangkan sinetron di berbagai TV swasta, tidak sepenuhnya menggambarkan realitas kehidupan masyarakat. Hanya sebagian kecil yang hidup di kota-kota besar saja yang merasa terakomodir, sedangkan yang lainnya tidak. Karena itu saya kira kita sudah saatnya tidak bergantung pada rating, namun lebih memerhatikan aspek kemaslahatan publik,” imbuhnya.

Karena itu, sambung Kikin, pihaknya sedang mempersiapkan pendirian sebuah TV lokal di Jawa Timur yang berpusat di Surabaya. Kehadiran TV lokal ini diharapkan dapat menjadi media edukasi bagi warga Jawa Timur.

Selain itu Kikin juga menyampaikan, pihaknya siap bermitra dengan TV Al Manar.

Secara terpisah, Pimpinan Pesantren Tebuireng Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), menimpali, dirinya pun merasa jenuh dengan fenomena tayangan yang disiarkan oleh TV-TV swasta di Tanah Air.

Dia memberi contoh, dalam kasus mutilasi Ryan, semua TV mengeksploitasi pemberitaan tersebut, sehingga menimbulkan kesan seolah-olah tidak ada tayangan berita lain yang lebih edukatif yang dapat disirkan. Hal ini menimbulkan image bahwa TV lebih mengejar rating dan mengesampingkan aspek-aspek lain seperti aspek sosial maupun edukasi.

”Saya kira kita membutuhkan kehadiran TV yang dapat menyuarakan kepentingan masyarakat. Kehadiran TV bernuansa Islam seperti Al Manar maupun TV-TV lokal yang mulai tumbuh di berbagai penjuru Tanah Air, diharapkan sebagai wahana untuk memberikan pendidikan yang baik bagi masyarakat,” papar alumnus ITB ini.

Sementara itu praktisi media dari IPB, Ahmad Fahir menambahkan, terjadinya ketimpangan dunia penyiaran nasional, karena lemahnya partisipasi dan pengawasan publik. Pasalnya selama ini pemirsa hanya menjadi objek pasif dunia penyiaran. Pemirsa belum mampu membangun posisi tawar yang kuat.

”Pemirsa TV nasional kecenderungannya mengikuti apa yang disiarkan TV. Munculnya kritik terhadap praktik penyiaran belum terkanalisasi secara sistematis, sehingga tidak dapat memberikan kontrol yang efektif,” papar mahasiswa program Magister Komunikasi Pembangunan Pascasarjana IPB ini.

Padahal, lanjut Fahir, ketika peran kontrol oleh negara sudah dicabut, kontrol sesungguhnya ada di masyarakat. Dalam posisi sebagai pasar media, masyarakat memiliki kewenangan penuh untuk ikut menentukan warna dan arah dunia penyiaran nasional. (hir)

courtessy : www.nu.or.id

Ada Agenda Neoliberalisme dalam Pembuatan Film Perempuan berkalung sorban

 
Sabtu, 14 Februari 2009 11:05

Jakarta, NU Online


Kalangan umat Islam yang diwakili oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bereaksi keras terhadap pemutaran film Perempuan Berkalung Sorban (PBS) yang menceritakan kekerasan yang terjadi di dunia pesantren tradisional terhadap kaum hawa, yang didramatisasi dalam film tersebut.

Saat ini memang banyak orang berharap ada film yang berlatar belakang pesantren, karena merupakan bentuk pendidikan Islam paling awal. Tetapi kemudian orang sangat kaget ketika berbagai film yang berlatar belakang pesantren bukan untuk mengangkat citra pesantren, sebaliknya justeru untuk menyerang tradisi pesantren dan merusak citra lembaga pendidikan Islam itu.

Menurut Ketua Yayasan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Hesti Prabowo (Wowok), hal itu bisa dipahami bahwa penulisan terhadap dunia pesantren selama ini ampir seluruhnya dibiayai oleh kelompok neo-liberal.

Termasuk penulisan novel PBS yang dikerjakan oleh Abidah ini juga proyek dari Ford Foundation yang diberikan pada Fatayat NU Yogyakarta. Novel itu dikerjakan oleh orang modernis yang tidak mengerti pesantren NU bahkan tidak senang terhadap pesantren NU, sehingga berusaha menjelek-jelekkan keadaan pesantren salaf.

Walaupun terjadi diskriminasi di pesantren tetapi penggambaran yang seperti itu hanya mengada-ada untuk mencari efek dramatis dari novel yang ditulis. Celakanya hal-hal itulah yang diangkat ke layer film.

Tentu saja hal itu menurut Wowok yang juga anggota pengurus pusat Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) NU sangat menyenagkan pihak yang punya program, yaitu bos-bos kapitalis neoliberal.

”Pesantren sebagai benteng pertahanan Islam dan kebangsaan memang selalu merisaukan neo-liberal, karena itu harus dirongrong dari dalam melalui berbagai program, pelatiha hak asasi msnuisa, pengembangan manajemen pesantren dan termasuk program penguatan gender,” katanya.

Maka novel dan film PBS itu adalah agenda neoliberal yang bertujuan mendobrak keutuhan doktrin pesantren. Celakanya film fitnah semacam ini tidak bisa dilarang, hanya saja pemirsa harus disadarkan bahwa semuanya itu fitnah dan mengadada, oleh orang yang tidak memiliki tradisi pensatren dan sengaja digunakan orang lain untuk menggempur tradisi dan ajaran pesantren.

Ditambahkan, saat ini diperlukan film yang mampu mengangkan citra pesantren pesantren, bukan sebagai sarang perbudakan dan juga bukan sebagai sarang 'teoris', sebagaimana digambarkan secara tidak senonoh dalam novel itu. (mdz)

courtessy : www.nu.or.id

Koperasi Jasmin Fatayat NU Kabupaten Tegal Terbaik se-Indonesia

Tegal, NU Online


Meski baru berumur 7 bulan, Koperasi Jasmin Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Tegal dinilai menjadi Koperasi Fatayat terbaik se Indonesia. Pasalnya, beberapa indikator keberhasilan koperasi telah dicapainya.

”Koperasi Jasmin Kab. Tegal menjadi yang terbaik se Indonesia,” puji Ketua Bidang Sosial dan Ekonomi PP Fatayat NU Siti Hainah SE Msi saat memberikan sambutan pembukaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Jasmin PC Fatayat NU Kab. Tegal Tahun Buku 2008 di Gedung NU Jalan Raya Procot Slawi Ahad (15/2).

Terbukti, lanjut Hainah, ketika di monitor selalu siap baik dari pihak pengurus maupun anggotanya. ”Program-programnya juga riil dilapangan, bukan asal-asalan,” tandasnya yang disambut tepuk tangan peserta RAT.

Dia juga berpesan, kemajuan koperasi itu tergantung pada anggota. Pengurus maupun manajer hanyalah sebagai jembatan untuk mencapai tujuan koperasi itu sendiri. Jadi ketika menjalankan program harus ada kerja sama diantara pengurus dan anggota.

Ketika RAT berlangsung, keputusan tertinggi ada pada anggota. Apapun keputusannya sangat bergantung kepada kemauan anggota. ”Prinsip Koperasi, adalah usaha bersama dengan tujuan untuk mensejahterakan anggota dengan jalan gotong royong,” tandasnya.

Sementara Ketua Pusat Koperasi Jasmin PP Fatayat NU Maria Adfianti di sela-sela RAT menyambut baik penilaian Hainah. Pasalnya berbagai indikator sebagai koperasi terbaik telah dicapai oleh Koperasi Jasmin Tegal. ”Diantaranya, beranggotakan lebih dari 20 orang dan semua aktif,” ungkapnya.

Yang lebih utama, lanjut Fifi panggilan akrabnya, semua program kerja berjalan baik, manajemen transparan dan akuntabel. ”Semua itu telah dicapai oleh Koperasi Jasmin Kab. Tegal,” paparnya.

Fifi menambahkan, setelah memisahkan diri dari Koperasi An Nisa Muslimat NU kini Koperasi Jasmin baru berdiri 14 Koperasi se Indonesia. Yakni Koperasi Jasmin Kabupaten Tegal, Indramayu, Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Banjarnegara, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jawa Barat, Sidoarjo, PW Fatayat Jawa Timur, Medan dan Lamongan.

Ketua Koperasi Jasmin Tegal Hj Alfiyah MPd Kepada NU Online menjelaskan, koperasi ini berdiri sejak Juli 2008, dengan anggota 118 orang. Awalnya, hanya memiliki 50 Juta rupiah bantuan dari Menteri Koperasi dan UKM. ”Alhamdulillah, pada RAT ini telah mencapai modal Rp. 70.735.000,-” ujar Alfiyah yang didampingi Manajer Koperasi Hj. Durmi, S.Pd.

Saat ini, lanjut alfiyah, Koperasi baru bergerak dibidang Simpan pinjam. ”Tahun 2009 ini, ada penambahan bidang usaha yakni Pabrik Roti, Konfeksi dan Salon,” imbuhnya,

Ketua PC Fatayat NU Kab. Tegal. Dra. Hj. Nurhasanah merasa gembira dengan berjalannya Koperasi Jasmin yang dikelola secara profesional para anggota Fatayat. Dia berharap dengan perkembangan koperasi ini bisa menambah income para anggota dan bisa berusaha secara bersama-sama. Sehingga mampu membantu menopang perekonian keluarganya. 

”Saat RAT ini saja, Alhamdulillah bisa membagi SHU (Sisa Hasil Usaha, red) sebesar 3,6 juta rupiah,” pungkas Nurhasanah. (was)


courtessy : www.nu.or.id

Fatayat NU: Perempuan Muslim Indonesia Kini Lebih Maju

Rabu, 22 April 2009 07:40 

Jakarta, NU Online


Kondisi perempuan Muslim Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan dibanding beberapa tahun sebelumnya, bahkan dibanding perempuan muslim di negara lain, kata Ketua Umum Pucuk Pimpinan Fatayat Nahdlatul Ulama (NU), Maria Ulfah Anshor.

Walaupun seperti itu, menurut Maria, masih banyak tantangan yang harus dihadapi muslimah Indonesia. Ia menyoroti dua hal, yakni masalah teologis. "Peran wanita muslim yang baik telah tertulis dalam al-Quran dan Hadist. Tidak ada masalah dengan peran tersebut, baik dalam urusan keluarga maupun urusan lainnya," jelasnya di Jakarta, Selasa (21/4).

Namun, imbuh Maria, pada kenyataannya yang ada saat ini, banyak hambatan yang menghalangi muslimah untuk terjun banyak dalam ranah publik. Contohnya, kesempatan dalam dunia politik. Secara teologis, telah dibenarkan dalam al-Quran dan Hadis, namun secara oligarki partai, membuat kesempatan perempuan terjun dalam dunia itu semakin sempit.

"Misalnya, ketentuan 30 persen caleg wanita dari suatu partai. Ketentuan tersebut dihilangkan oleh partai, diganti dengan suara terbanyak. Ini kan menunjukkan budaya patriarki dan budaya pimpinan partai yang mempersempit kesempatan wanita," tandasnya.

Untuk itu, lanjut Maria, wanita Muslim harus memiliki kemampuan untuk menyelaraskan antara teologis dengan realitas kehidupan. "Mereka harus mencoba melakukan perjuangan kembali, nilai-nilainya telah dijelaskan dalam al-Quaran dan Hadis, selanjutnya harus direalisasikan," katanya.

Maria sebagai salah satu pimpinan ormas perempuan Islam, memberikan usulan untuk mengatasi tantangan wanita Muslim tersebut. Pertama, harus ada pemberdayaan perempuan. "Kedua, harus adanya pemahaman kritis perempuan terhadap nilai-nilai yang lebih aplikatif dan konstektual," ujarnya.

Mengenai kesetaraaan gender yang kebablasan, menurut Maria, tidak terjadi di Indonesia. Menurutnya, tidak ada pemahaman kesetaraan gender yang kebablasan. "Sejauh tidak merugikan lawan jenis, ya tidak apa-apa perempuan mencari keadilan yang merupakan kesetaraan gender. Untuk itu dibutuhkan perjuangan mendapatkan itu dalam berbagai sektor. Namun, memang tidak harus ekstrim, tetap ada batasannnya. Tentu saja batasan yang tidak mendiskriminasikan," ungkapnya. (rep)

courtessy : www.nu.or.id

Pertama Kali, Maulid Nabi Bergema di UGM

Selasa, 14 April 2009 07:49 

Yogyakarta, NU Online


Untuk pertama kalinya, peringatan Maulid Nabi Muhammad 1430 H diselenggarakan di lingkungan Universitas Gadjah Mada, Ahad malam (12/4). Acara yang dihelat Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu bertempat di pelataran masjid kampus UGM.

Kontributor NU Online Ahmad Musthofa Haroen melaporkan lebih dari seribu jamaah yang hadir khusyuk mengikuti lantunan bacaan Simthud Dlurar yang dipimpin Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf dari Solo.

Dalam sambutannya, Ketua KMNU UGM M Zaki Almuntadzar menandaskan, KMNU UGM merasa perlu untuk menjalin tali silaturahim antar warga NU baik dengan yang di dalam atau luar kampus.

“Semoga acara ini tidak sebatas simbol semata, tapi bisa memicu keistiqamahan kami untuk memperjuangkan ahlussunnah wal jamaah dan pengabdian pada masyarakat.”

Senada dengan Zaky, Prof Dr Maksum, Ketua PWNU Yogyakarta (Pjs.) mewakili Pembina KMNU, memastikan peringatan maulid ini sebagai muqaddimah. “Insya Allah akan ada terusannya. Ini murni mahasiswa yang punya inisiatif,” katanya.

Prof Maksum menambahkan, banyak akademisi UGM yang sebenarnya warga NU (nahdliyin) sembari menyebut beberapa nama ilmuwan UGM yang populer di mata publik UGM.

Menanggapi terselenggaranya acara tersebut, Fauzi, Santri Pesantren Al Munawwir Krapyak menyatakan kegembiraannya. “Saya senang sekali akhirnya ada acara seperti ini di UGM. Saya pasti datang kalau mau dibikin rutin bulanan,” ujarnya.

Jama’ah yang hadir malam itu cukup beragam. Sejumlah elemen mahasiswa yang hadir antara lain Jama’ah Shalahuddin, KAMMI, PMII, IMM, dan GMNI. Tak hanya mahasiswa, santri-santri dari berbagai pesantren di Yogyakarta dan masyarakat umum juga turut serta.

Sementara itu sejumlah pengurus PWNU Yogyakarta, ulama, dan tokoh sesepuh juga hadri dalam acara tersebut. Di antaranya, KH Azhari Abta, KH Abdul Muhaimin, KH Aly As’ad, dan KH Zuhdi Muhdlor. (nam)

courtessy : www.nu.or.id

Puluhan Ribu Umat Islam Hadiri Peringatan Maulid Nabi

 
Kamis, 23 April 2009 08:28

Pekalongan, NU Online

Puluhan ribu ummat Islam dari berbagai penjuru, Rabu (22/4) kemarin menghadiri puncak acara peringatan Maulid Nabi Muhammad 1430 Hijriyah yang dihelat Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya di Kanzus Sholawat Kota Pekalongan.

Sombongan sudah berdatangan sejak malam hari. Para jamaah dari Jawa Tengah dan kota kota lainnya telah memadati acara di sepanjang jalan dr. wahidin. Meski diguyur hujan yang cukup deras disertai angin yang cukup kencang, tak menggoyahkan jama'ah dengan khidmat mengikuti pembacaa manaqib Syech Abdul Qadir Jaelani RA.

Menjelang subuh dan pagi ribuan pengunjung terus mengalir bak air bah dari berbagai penjuru dengan berseragam putih putih. Tak ayal, jalan di sepanjang dr. Wahidin nyaris tak mampu menampung pengunjung, bahkan beberapa pengunjung mengalami pingsan dan rela kehilangan HP dan dompet demi ritual agung 'peringatan maulid bersama Habib Luthfi'.

Meski kabar kehadiran Presiden RI sempat menyeruak di tengah-tengah persiapan panitia, akhirnya SBY hanya mengutus salah satu menterinya, yakni Menteri Komunikasi dan Informatika Profesor DR Muhammad Nuh untuk mewakili dirinya.

Sedangkan lainnya yang tampak hadir Mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Ir H Akbar Tanjung, Menteri Kehutanan MS Ka'ban, Wakil ketua DPR RI yang juga Ketua Umum DPP PKB Drs H Muhaimin Iskandar, MSi.

Selanjutnya juga tampak hadir Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, Pengurus DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok, Kapolda Jawa Tengah dan ratusan ulama kiai larut dalam lantunan sholawat nabi.

Muhammad Nuh dalam sambutannya mewakili presiden berharap kepada seluruh masyarakat yang hadir untuk lebih menatap ke depan, sehingga Pemilu dengan segala kekurangannya dapat segera diakhiri dengan berbagai lontaran dan polemik.

Dirinya mencontohkan Pemilu ibarat air wudlu lebih dari dua kulah yang jika kena najis tidak akan merubah wujud dan sifatnya, sehingga pemilu yang baru saja usai dengan segala kekurangannya tetap sah sesuai undang undang yang berlaku.

Acara yang digelar hingga jam 15.00 WIB telah didahului dengan berbagai acara penunjang antara lain nikah masal, pawai panjang jimat, pembacaan rotibul kubro hingga khataman Al-Qur'an. Untuk mengamankan jalannya acara pihak kepolisian dibantu linmas dan Banser mengerahkan personilnya sebanyak 1500 orang. Meski demikian, masih banyak pengunjung yang mengaku kehilangan dompet dan HP pada saat acara berlangsung. (amz)

courtessy : www.nu.or.id

Selasa, 14 April 2009

NU dan Banomnya Terjebak Politik Praktis

 
 

Yogyakarta, (ANTARA News) - Penjabat Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Mochammad Maksum mengatakan NU kini terjebak dalam permainan politik praktis yang lebih mementingkan kekuasaan sesaat.

"Hal ini dibuktikan dengan keterlibatan pengurus NU dalam berbagai kegiatan politik, seperti pemilihan kepala daerah, pemilu legislatif dan pemilihan presiden," katanya kepada pers di Yogyakarta, Selasa.

Ia mengatakan, memang benar NU tidak melarang warga dan pengurusnya terlibat dalam politik praktis, namun hendaknya tidak menyeret NU secara organisatoris.

"Jika sudah menyeret NU sebagai organisasi, terlebih menjadikan NU sebagai tunggangan, maka hal itu mencederai khittah NU 1926" katanya. 

Menurut Maksum, di sinilah pentingnya menegaskan kembali posisi khittah NU 1926 sebagai payung bersama praktik berpolitikk warga NU khususnya di era multipartai.

"Khittah hendaknya menjadi pedoman warga NU untuk tidak menyeret NU ke dalam ranah politik, namun justru menjadi roh progresif yang memberi kebebasan warganya untuk terjun ke dunia politik," kata dia.

Ia mengatakan, roh progresif itu hendaknya dapat menjadi daya dorong bagi politisi NU di tengah merebaknya politik uang, korupsi, golongan putih (golput) dan intrik politik.

"Khittah NU 1926 idealnya menjadi payung dalam menyelesaikan beragam persoalan terkait warga NU," katanya.

Menurut Maksum, terkait masalah itu, PWNU DIY akan menyelenggarakan "halaqah nasional alim ulama" bertema etika politik dan visi kebangsaan khittah NU di pondok pesantren Sunan Pandanaran, Sleman pada 2 April 2009.

Halaqah ini diharapkan menjadi ruang introspeksi bersama kalangan pemimpin dan jamaah NU.

"KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) serta sejumlah kyai di antaranya KH Said Agil Sirad, KH Mustofa Bisri serta pengurus PBNU dan PWNU se-Indonesia akan hadir dalam acara tersdebut," katanya. (*)



COPYRIGHT © ANTARA

Melihat pernyataan di atas,saya (Kajen Young Boys) dapat menyimpulkan bahwa " khittah NU 1926 " telah di cederai oleh masyarakat NU sendiri, berapa banyak banom-banom NU yang telah di susupi POLITIK PRAKTIS ? 

Saya Amati di beberapa anak cabang IPNU - IPPNU telah diracuni politik praktis , mereka menunggangi badan otonom yang seharusnya sebagai ujung tombak masa depan NU sebagai " kuda tunggangan " empuk,padahal sebagai generasi masa depan kita punya kemampuan untuk memilih tanpa pengaruh dari orang lain.

Politik praktis di IPNU - IPPNU sudah sedemikian parahnya,acara Sarasehan IPNU -IPPNU yang diadakan tiap bulan sekali untuk menkoordinasi kinerja dan Program Kerja PC IPNU- IPPNU pun tak luput dari politik praktis,organisasi yang seharusnya membahas kemajuan Anak Muda NU ternyata digunakan waktunya untuk sebuah kampanye Janji-janji manis sang caleg.bagaimana organisasi Banom NU bisa maju kalo masih disusupi politik praktis yang notabene bukan tempatnya.semoga ini bisa menjadi pelajaran kita di masa depan agar organisasi kita semakin tangguh dan solid.

( Kajen Young Boys - anti politik practicia )

Fenomena Jual Beli Suara

opini by kajen young boys.


Jual beli data perolehan suara pemilu legislatif antarpartai dan caleg diduga ramai terjadi. Hal ini ditengarai  juga melibatkan oknum petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).


Maraknya transaksi dapat dilihat dari lambannya data hasil pemilu ke KPUD. Itu terjadi begitu dahsyat.

Dugaan manipulasi data hasil pemilihan marak terjadi. Hal ini disebutnya karena pengaruh langsung dari transaksi jual beli suara di tingkat PPS dan PPK.

survey yang kami dapatkan,angka transaksi yang sudah berkembang di tingkat PPS dan PPK sebesar Rp15-Rp20ribu.waww..uang tersebut jika di kalikan 1000 massa saja udah mencapai puluhan juta rupiah. 
.

Selain fenomena jual beli data hasil pemilihan,juga terjadi pragmatisme di masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat.

Di antaranya, dalam kampanye, tokoh-tokoh masyarakat yang sebenarnya andalan bagi terwujudnya kualitas anggota legislatif, justru bersikap pragmatis.


Tidak sedikit kontrak politik yang dilontarkan mereka  'kalau saya terpilih, mau kasih apa?' Hal itu juga muncul dalam pertemuan dengan masyarakat.
Padahal hal ini adalah bentuk pembodohan bangsa dan pelecehan demokrasi.Sampai kapan masyarakat kita bisa maju?kalo mereka membohongi hati nurani mereka dengan menjual suara mereka?

Padahal satu tujuan yang harus di emban para anggota legislatif adalah  pengabdian terbaik kepada bangsa dan negara,bukan karena tujuan lain.semoga tujuan mereka adalah demi kemajuan negeri ini...Amiin[kajen young boys]