Kamis, 27 Agustus 2009

NU Tak Pernah Tertarik Gagasan Khilafah Islamiyah

DIALOG PESANTREN
NU Tak Pernah Tertarik Gagasan Khilafah Islamiyah
Senin, 13 Juli 2009 08:04
Jombang, NU Online
NU tidak pernah tertarik dengan gagasan kekhalifahan Islam atau khilafah Islamiyah. NU justru menegaskan negara nasional, dengan Pancasila dan NKRI sebagai bentuk final yang sah dan mengikat seluruh warga negara, termasuk umat Islam.

Demikian dikatakan peneliti gerakan Islam radikal M Kholid Syeirazi dalam Dialog Pondok Pesantren se-Jawa Timur di Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang, Sabtu (11/9) kemarin.

Dikatakannya, NU tidak terobsesi dengan Arabisasi dan internasionalisasi Islam. NU mewarisi gerakan dakwah Walisongo yang sejak awal adaptif terhadap budaya lokal. Gerakan NU menjalankan substansialisasi Islam, tidak memerangi bentuk tetapi menyusupkan isi.

“Sintesis kreatif ini secara baik ditunjukkan oleh model dakwah Sunan Kalijaga, yang menjelma dalam istilah-istilah kejawen tetapi sebenarnya berisi Islam, seperti Sekaten, Dalang, jimat Kalimosodo,” katanya seperti dilaporkan kontributor NU Online Wahib Putra Pamungkas.

Islam ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) ala NU, kata Kholid, merupakan harapan kebangkitan Islam dunia. Dalam hal ini, pesantren sebagai pusat pengajaran Islam Aswaja ala NU harus dapat menopang basis material dan intelektual Aswaja sebagai paham dan gerakan.

Pembicara lainnya dalam sesi dialog bertajuk Peran Strategis Pesantren Dalam Menghadapi Penetrasi Aliran dari Luar Aswaja, Idrus Ramli, mengungkapkan adanya perebutan makna Aswaja. Penulis buku Madzhab Asy’ari Benarkah Aswaja, Jawaban Terhadap Aliran Salafi ini menyatakan, konsep Aswaja saat ini juga diklaim oleh kelompok Salafi Wahabi.

“Kalau kita coba pergi ke toko-toko buku kebanyakan buku mengenai Ahulussunnah yang kita temukan adalah yang tulisan Wahabi,” katanya.

Ditambahkan masifnya serbuan gerakan Wahabisasi secara internasional tidak terlepas dari besarnya dukungan finansial yang menurut informasi mencapai tujuh ratus trilyun rupiah.

Di bagian akhir, KH Aziz Masyhuri dalam kesempatan itu mengingatkan pentingnya pendidikan Aswaja sejak dini. Pendidikan merupakan salah satu strategi bagi pesantren untuk membekali para santri sekaligus menjawab tantangan dari luar yang semakin ketat.

Kiai Aziz menyatakan, pesantren dan NU tidak cukup hanya mengkritik keberadaan faham di luar Aswaja, namun juga harus melakukan introspeksi terkait pengajaran Aswaja di lingkungan pesantren dan madrasah. "Kita tidak cukup mengkritik saja, tapi juga harus melakukan introspeksi diri,” katanya. (yus/nam)

courtessy : www.nu.or.id

KH Nuril Huda: NU Tak Gentar Hadapi Wahabi

KH Nuril Huda: NU Tak Gentar Hadapi Wahabi
Senin, 10 Agustus 2009 14:01
Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), KH A. Nuril Huda, saat memberikan taushiyah dalam acara silaturrahim alumni dan haul masyayikh Pondok Pesantren Lirboyo di Jakarta mengungkapkan rasa kesalnya terhadap kelompok Islam yang gemar menganggap sesat berbagai tradisi keislaman yang dijalankan oleh masyarakat NU.

Menurutnya, kelompok Islam yang identik dengan aliran Wahabi ini gemar melakukan propaganda di basis-basis warga NU. Mereka mengatakan bahwa tradisi tahlil, haul, ziarah kubur dan berbagai tradisi keislaman Nusantara lainnya tidak ada tuntunannya dalam Islam. Propaganda ini dinilai sangat mengganggu.

“Saya pernah mengatakan, mestinya mereka menyampaikan hal itu (baca: propaganda) di hadapan menteri agama, kita kan punya pemimpin, jangan ngomong di kampung-kampung karena ini meresahkan masyarakat,” katanya dalam acara alumni Pesantren Lirboyo di Gedung Serbaguna Kelurahan Pejagalan, Penjaringan. Jakarta Utara, Ahad (9/8).

Menurutnya, propaganda ini tidak pantas dan hanya kan mencerai-beraikan umat Islam di Indonesia. ”Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa setan tak akan berputus asa menceraiberaikan uamt Islam. Lagi pula menjelekkan sesama muslim itu fasik,” katanya.

Menurut Kiai Nuril, kelompok yang tidak senang dengan tradisi keislaman warga NU lebih baik melakukan klarifikasi dan dialog dengan para kiai dan pengurus NU. Cara ini dinilai lebih elegan dan lebih bijaksana.

“Kalau mereka merasa benar sendiri silakan datang ke PBNU. Mari kita berdialog. NU tak gentar menghadapi Wahabi. Akan kita jelaskan dalil-dalil rinci dari setiap ibadah yang kita lakukan. Kita ini bukan orang bodoh. Kalau soal kitab kuning mungkin kita lebih lebih banyak dari mereka yang rata-rata hanya membaca buku terjemahan,” kata kiai Nuril yang juga alumni Pesantren Langitan, Tuban.

Sementara itu, silaturrahim alumni Pesantren Lirboyo itu sendiri bertema ”Berjuang Membangun Ukhuwah ala Ahlissunnah wal Jam’ah.” Acara silaturrahim ini didahului dengan istighotsah dan wiridan khas Pondok Pesantren Lirboyo, serta pembacaan hizib nashor yang dipimpin oleh Gus An’im Lirboyo. (nam)

courtessy : www.nu.or.id

Wahabi, Hanya bisa Hidup di Negara Demokrasi tapi Tolak Demokrasi

PENDIDIKAN KADER DAKWAH LDNU
Wahabi, Hanya bisa Hidup di Negara Demokrasi tapi Tolak Demokrasi
Kamis, 27 Agustus 2009 13:52

Jakarta, NU Online
Ada sikap tidak konsisten yang ditunjukkan oleh kelompok Islam garis keras atau golongan wahabi dalam mensikapi bentuk pemerintahan. Dimana-mana, mereka selalu mendengungkan penolakan terhadap demokrasi, padahal keberadaan mereka hanya diakui di negara-negara yang menganut demokrasi.

“Di Timur Tengah, mereka dikejar-kejar, akhirnya mereka lari ke Barat yang menggunakan sistem demokrasi. Mereka bisa hidup di Indonesia karena disini berasaskan Pancasila dan demokrasi. Apa yang menghidupi mereka, dikutuk sendiri,” kata Ketua PBNU Masdar F Mas’udi dalam acara pendidikan kader dakwah LDNU di gedung PBNU, Jakarta, Kamis (27/8).

Di negara yang secara tegas menggunakan sistem Islam, kelompok-kelompok ini berusaha ditekan. Tak usah jauh-jauh, di Malaysia, kelompok Wahabi menghadapi tantangan berat. “Di Malaysia, kelompok Wahabi ditangkap,” tandasnya.

Kini, disaat ramai diperbincangkan tentang pengawasan kegiatan dakwah oleh kepolisian, kelompok yang biasanya tak pernah menyuarakan tentang kebebasan berpendapat ini berteriak bahwa hal ini melanggar kebebasan beragama karena merasa kepentingannya terancam. Sikap seperti ini menurutnya menunjukkan sebuah kemunafikan.

Setuju Pemantauan

Masdar juga menyatakan setuju dengan adanya pemantauan terhadap kegiatan dakwah karena kalau materinya terkait dengan permusuhan, hal ini tidak ada kaitannya dengan agama.

“Jangan mengatasnamakan agama dengan menggunakan Qur’an dan Hadist, lalu semuanya menjadi halal,” jelasnya.

Dijelaskannya, sebagian masjid di daerah perkotaan, kini khutbahnya juga disampaikan dengan ajakan untuk melakukan agitasi dan memprovokasi orang lain sehingga seolah-olah setelah selesai jum’atan, jamaah diminta untuk membenci fihak lain.

Dakwah menurutnya harus mendorong terjadinya kebaikan dan disampaikan dengan cara yang baik-baik.

Upaya pengawasan menurutnya merupakan usaha untuk menangkal sejak dini potensi terjadinya upaya menyebar kebencian kepada fihak lain. Organisasi Islam moderat seperti NU tak perlu khawatir dengan hal ini karena tak akan mengganggu keberadaan dakwah yang dijalankannya. (mkf)

courtessy : www.nu.or.id

Rabu, 26 Agustus 2009

PENDIDIKAN KADER DAKWAH LDNU : Banyak Kelompok Ahlusunnah Menghancurkan Ahlussunnah

PENDIDIKAN KADER DAKWAH LDNU
Banyak Kelompok Ahlusunnah Menghancurkan Ahlussunnah
Rabu, 26 Agustus 2009 14:09

Jakarta, NU Online
Banyak kelompok mengaku sebagai Ahlussunnah, namun mereka justru menghancurkan Ahlussunnah itu sendiri. Mereka mengaku sebagai Ahlussunnah, namun selalu membid'ahkan amalan-amalan yang biasa dilakukan oleh orang-orang Ahlussunnah wal Jamaah.

Kondisi ini adalah salah satu alasan yang membuat Pengurus Pusat lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PP LDNU) menyelenggarakan Pendidikan Kader Dakwah Ahlussunnah wal Jamaah. Demikian dinyatakan Sekretaris Jenderal PP LDNU KH Khoirul Huda Basyir kepada NU Online, Rabu (26/8).

"Sudah seharusnya, peningkatan kualitas para dai dan daiyah kualitas para dai turut dipikirkan oleh ormas-ormas yang menaungi para dai dan daiyah tersebut. Agar para kader dakwah lebih mumpuni dan memiliki kemampuan survive di lapangan," tutur Khoirul Huda.

Menurut Khoirul Huda, Pendidkan kader dakwah tentu sangat bermanfaat bagi para dai dan daiyah, terutama untuk meningkatkan jalinan kerjasama di antara pada dai dalam membendung arus fundamentalisme yang terus mengikis nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah.

"Terutama sekali agar mereka dibekali dengan berbagai pemahaman mengenai teks-teks keagamaan agar tidak terjebak dalam tekstualitas semata. Para dai harus dibekali kemampuan memahami, agar bukan hanya karena mendengar satu atau dua hadits saja, lalu kemudian mengkafirkan sana-sini," tandas Khoirul Huda. (min)


courtessy : www.nu.or.id