Rabu, 15 Juli 2009

Kebijakan Larang Shalat Jumat di China Keliru

Sabtu, 11 Juli 2009 13:17
Jakarta, NU Online


Rais Syuriyah PBNU KH Ma`ruf Amin, menyatakan kebijakan pemerintah China yang melarang kegiatan sholat Jumat di masjid-masjid di Urumqi, provinsi Xinjiang, China, setelah terjadi bentrokan antara etnis di kawasan tersebut tidak tepat.

"Seharusnya kerusuhan antar etnis diselesaikan dengan jalan damai dan musyawarah antara pihak yang berbeda pendapat, bukannya melarang salah satu pihak menjalankan ibadahnya" ujarnya di Jakarta, Jumat (10/7).

Menurutnya, China seharusnya mencontoh Indonesia yang memiliki banyak suku dan agama namun bisa mengatasi perbedaan tersebut dengan jalan damai dan mengusahakan agar rakyatnya hidup berdampingan.

Dia menyayangkan sikap pemerintah China yang menggunakan alasan pelarangan sholat Jumat karena ingin menghindari bentrokan yang lebih luas lagi. Pemerintah China, katanya, harus menarik keputusan pelarangan tersebut karena telah melanggar Hak Asasi manusia (HAM) yang menjunjung tinggi kebebasan seseorang memeluk dan menjalankan ibadah menurut kepercayaan masing-masing.

"China yang merupakan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB telah melanggar HAM karena melarang orang lain menjalankan ajaran agamnya," kata Ma`ruf.

Seperti diberitakan, mesjid-mesjid di kota Urumqi, diperintahkan menutup pelaksanaan shalat Jumat hari ini. Sementara polisi dikerahkan untuk mencegah kemungkinan meletusnya aksi kerusuhan baru antaretnis yang mematikan.

Sebelumnya pada hari Ahad (5/7) terjadi bentrokan antara suku minoritas di Urumqi, Uighur, dan kelompok etnis Han yang lebih dominan. Pemerintah China mengatakan, 156 tewas dan lebih 1.000 orang lainnya cedera, pada saat kaum Uighur diserang etnis Han.

Aksi kerusuhan berlanjut awal pekan ini pada saat ribuan orang Han tumpah di jalan-jalan bersenjatakan pisau, galah, serta senjata buatan lainnya, dan berikrar untuk melakukan balasan terhadap suku Uighur.

Setelah bentrokan tersebut, sejumlah Muslim Uighur mengatakan, mereka diperintahkan untuk melaksanakan shalat di rumah, pada saat pasukan bersenjata dikerahkan ke jalan-jalan di ibukota wilayah barat laut Xinjiang hari ini.(ant/mad)



courtessy : www.nu.or.id

Muslim Tewas di Xinjiang Jadi 156 Orang

Beijing, NU Online


Jumlah kematian akibat kekerasan polisi dalam bentrok etnik di daerah Xinjiang, China baratlaut, naik menjadi 156, dan kerusuhan meluas ke kota Kashgar, di mana polisi membubarkan sekitar 200 orang yang berusaha berkumpul, kata media pemerintah, Selasa.

Pemrotes yang marah dari kaum minoritas muslim Uighur turun ke jalan-jalan di ibukota wilayah itu, Urumqi, Minggu. Mulanya demo berjalan damai sampai kemudian muncul ribuan polisi anti huruhara dan mulai terjadi kerusuhan. Massa akhirnya menghancurkan kendaraan serta pertokoan. Bentrok dengan polisi antihuru-hara pun tak terhindarkan.

Akibat bentrokan itu 156 orang muslim tewas. Lebih dari 700 orang ditangkap karena dituduh berperan dalam kekerasan itu, kata kantor berita resmi Xinhua, namun penduduk setempat mengatakan kepada Reuters bahwa polisi melakukan operasi membabi-buta di daerah-daerah Uighur.

Lebih dari 20.000 polisi khusus dan bersenjata, pasukan dan pemadam kebakaran dikerahkan dalam penumpasan kekerasan di Urumqi, namun meski pengamanan diperketat, kerusuhan tampaknya meluas di wilayah bergolak itu.

Sekitar 200 orang yang "berusaha berkumpul" di masjid Id Kah di pusat kota Silk Road Kashgar dibubarkan oleh polisi pada Senin petang, kata Xinhua.

Polisi juga memperoleh "petunjuk" mengenai upaya-upaya untuk mengatur lagi kerusuhan di kota Aksu dan prefektur Yili, sebuah daerah perbatasan yang dilanda kerusuhan etnik pada akhir 1990-an.

Bersama-sama Tibet, Xinjiang merupakan salah satu kawasan paling rawan politik dan di kedua wilayah itu, pemerintah China berusaha mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan petumbuhan ekonomi dan kemakmuran.

Namun, penduduk minoritas telah lama mengeluhkan bahwa orang China Han mengeruk sebagian besar keuntungan dari subsidi pemerintah, sambil membuat warga setempat merasa seperti orang luar di negeri mereka sendiri.

Beijing mengatakan bahwa kerusuhan itu, yang paling buruk di kawasan tersebut dalam beberapa tahun ini, merupakan pekerjaan dari kelompok-kelompok separatis di luar negeri, yang ingin menciptakan wilayah merdeka bagi minoritas muslim Uighur.

Kelompok-kelompok itu membantah mengatur kekerasan tersebut dan mengatakan, kerusuhan itu merupakan hasil dari amarah yang menumpuk terhadap kebijakan pemerintah dan dominasi ekonomi China Han. (ant/mad)


courtessy : www.nu.or.id

Sholat Ghaib, PMII Unira Kecam Pembantaian Umat Islam di China

Rabu, 15 Juli 2009 17:39
Pamekasan, NU Online

PMII Komisariat Unira beserta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unira (Universitas Madura) mengecam terjadinya pertikaian etnis di Urumqi China antara etnis Uighur (kaum minoritas muslim) dengan kelompok Han (non muslim) yang menyebabkan ratusan umat Islam meninggal.

Mahasiswa melakukan orasi di Monumen Arek Lancor dengan membawa sejumlah poster kecaman yang bertuliskan 'Tindak Tegas Pelaku Kekerasan', 'Bangsa Indonesia Mengecam Kelompok Han China', 'Han Tak Beradab' serta 'Pemerintah Indonesia Jangan Tinggal Diam'.

Korlap Aksi, Alan Kaisan mengatakan, tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah setempat terkait pertikaian dua etnis di China mengindikasikan bahwa negara atheis itu tidak menginginkan Agama Islam untuk berkembang.

"Negara tersebut tutup mulut, seakan tidak menghiraukan ratusan umat muslim di Umruqi di pukul dan ditendang. Yang lebih parah adalah aparat kepolisian yang justru sangat sadis membunuh dan menembaki saudara muslim," katanya kepada beritajatim.com, Rabu (15/7).

Hal itu, lanjut Alan, merupakan upaya diskriminasi terhadap umat muslim di negara China. "Kerusuhan yang terjadi tidak ubahnya genosida alias pembersihan etnis. Kita kan tahu, di sana (umruqi) minoritas penduduknya adalah umat muslim, sedangkan China menganut agama non islam. Ini harus cepat ditindak," tegasnya.

Untuk itu, sambung Alan, mahasiswa mengecam pembantaian umat islam di dunia termasuk di negara China. Pemerintah Indonesia, tambah Alan, harus bisa mengambil langkah diplomasi melalui PBB agar tragedi seperti di Umruqi tidak terjadi lagi.

"Jadi, bangsa kita jangan tinggal diam, buktikan bahwa umat Islam itu bersaudara. Kami juga menginginkan agar kadubes China untuk Indonesia bisa bertanggung jawab. Jika tidak, maka pemerintah Indonesia harus bisa memutus hubungan diplomatik dengan China karena sudah tidak mampu menjamin keamanan umat Islam," imbuhnya.

Setelah selesai membacakan tuntunan. Puluhan mahasiswa melaksanakan Sholat Ghaib sebagai bentuk dukungan, kepedulian serta doa untuk ratusan umat muslim yang telah gugur di China. (mad)

courtessy : www.nu.or.id