Jumat, 03 April 2009

Tantangan Baru Bagi Kaderisasi

12/12/2007 


Masa depan sebuah organisasi sangat tergantung pada berjalan tidaknya proses kaderisasi. Bila kaderisiasi berjalan, maka masa depan organisasi itu terjamin, bila kaderisasi tidak jalan, maka masa depan organiasasi itu dalam kegelapan. Bisa jadi baik, karena muncul pimpinan yang tak terduga, tetapi bisa jadi suram karena pemimpin yang hadir tanpa dipersiapkan, sehingga tidak mampu menyambung dan menggerakkan roda organisasi, baik itu organiasasi keluarga, keagamaan, kemasyarakatan, perusahaan, partai politik atau negara.

Saat ini kaderisasi menjadi barang langka, orang kembali ke alam primitif, tidak berinfestasi di sumber daya manusia. Mereka hanya merekrut orang yang sudah jadi. Risikonya harus banyar tinggi, baik bayar dengan uang, atau bayar dengan kekecewaan, sebab seorang pemimpin yang tidak memiliki komitmen organisasi setiap saat bisa meninggaklan organisasinya ketika mendapatkan tawaran yang lebih menguntungkan. Ini yang banyak terjadi saat ini.

Dengan tidak adanya kaderisasi ini, sering dalam menyusunan sebuah organisasi tidak lagi mempertimbangkan kemampuan dan pengabdian serta prestasi. Siapa yang dekat dengan pemegang kekuasaan, dengan modal uang atau menjilat, maka jadilah ia pemimpin. Prosedur rekrutmen tidak dilalui, bisa jadi kader yang berprestasi dilewai oleh petualangan yang tak berpengalaman. Organisasi hanya sebagai terminal atau batu loncatan untuk mencari posisi lebih tinggi. Oleh karena itu hampir semua organisasi sosial, politik dan keagamaan mengalami kerapuhan di dalam karena dikelola oleh orang yang tidak memiliki komitmen berorganisasi.

Kenyataan itu berkembang lebih para, ketika pemimpin yang muncul tidak memiliki visi kaderisasi, sehingga mereka hanya berjalan sendiri, dengan dalih lebih efisien. Ketika efisiensi telah diterapkan dalam organisasi, apalagi didasari oleh prinsip pragmatisme, maka efisiensi telah meruntuhkan system kderisasi organisasi. Kaderisasi tidak mesti dalam kelas resmi, tetapi dijalankan melalui penugasan. Penugasan sebagai proses pematangan telah ditiadakan, ketika para pemimpin lebih senang memilih event organizer (EO) untuk menjalankan suatu acara.

Cara itu memang simpel, dengan dana tertentu ia bisa menunjuk sebuah EO untuk melaksanakan kegiatan, tanpa melibatkan anggota organisasi secara keseluruhan. Dengan demikian dana bisa disimpan lebih banyak. Ketika organisasi banayak menyerahkan kegiatan pada EO maka praktis pengalaman mengkelola organisasi bagi anggota menjadi nihil. Akhirnya organisasi juga tidak ternbangun kebersamaan, maka lambat laun organisasi menjadi sebuah perusahaan pribadi yang tugasnya hanya menjalankan proyek. Bukan untuk menggerakkan organisasi dan menggerakkan masyarakat untuk tujuan tertentu.

Bila fenomena ini berjalan terus tanpa kontrol, maka organisasi akan menjadi korporasi, dan system kaderisasi akan punah. Demikian juga organisasai tidak mperlu memiliki berbagai departemen, karena seorang ketua, telah bisa menunjuk EO mana saja sesuai dengan bidang kerjanya. Anggota organisasi yang diterlantarkan tidak dimobilisasi akhirnya mengalami kejenuhan sendiri, karena itu satu-persatu mengundurkan diri, atau tidak aktif.

Fenomena EO ini juga sudah mulai merasuki kalangan aktivis NU, sehingga tugas kaderisasi organisasi jadi terhenti. Tidak ada aktivitas yang didistribusikan, tidak ada pengalaman yang disosialisasikan. Ini semua akibat lemahnya gerakan kaderisasi, sehingga organisasi berkembang tanpa pola, dan lama kelamaan organisasi mengalami kejenuhan, kemandekan bahkan terjadi kehilangan spirit. Kalaupun organisasi masih hidup, tetapi tidak memiliki aktivitas, hanya punya papan nama. Padahal masyarakat banyak membutuhkan pertolongan. 

Sementara itu di sisi lain muncul kelompok Islam baru yang radikal dengan spirit organisasi yang tinggi, dan dengan pengkaderan yang sistematis, mulai menguasai keadaan. Kalau kalangan ormas termasuk NU tidak memperbaiki system organisasinya, terutama sistem rekrutmen dan bidang kaderisasinya, NU akan mengalami disorganisasi dan akan mengalami demoralisasi, ketika komitmen berorganisasi tidak ditumbuhkan. Komitmen organisasi bisa ditumbuhkan melalui serangkaian keteladanan dan kaderisasi. (Abdul Mun’im DZ)


courtessy : www.nu.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar